Minggu, 08 Mei 2016

Canning (Pengalengan)



PEMBAHASAN
Perkembangan industri pangan kini semakin berkembang pesat, menyebabkan kemasan menjadi hal yang penting dalam hal peyimpanan dan pengiriman. Kemasan merupakan salah satu cara untuk memberikan perlindungan pada pangan baik dalam bentuk bungkusan maupun penempatan ke dalam wadah. Hal ini dimaksudkan agar bahan pangan terhindar dari cemaran mikroorganime, paparan sinar matahari dan lingkungan serta dari gesekan dan benturan. Sehingga mutu dan keamanan pangan tetap terjaga dan dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama.
Selain sebagai fungsi pengawetan, kemasan juga dapat berfungsi sebagai sarana promosi dan menarik konsumen, sebab para konsumen pertama kali menilai suatu produk dari kemasan yang menarik. Salah satunya adalah yang akan kita lakukan pada praktikum kali ini yaitu tentang pengalengan buah dan sayur. Pengalengan merupakan salah satu cara yang efektif untuk pengemasan buah dan sayur karena dengan pengalengan terdapat perlindungan ganda, dari mulai dilakukannya sortasi, trimming, washing, blanching, sampai sterilisasi, dari tahap  pengalengan itu membuat buah dan sayur akan tahan lama apalagi jika setelah pengalengan produk disimpan di dalam lemari es, maka buah dan sayur dalam kaleng akan tahan dalam waktu berbulan-bulan bahkan sampai bertahun-tahun.
Salah satu metode dasar untuk pengawetan buah dan sayuran adalah pengalengan. Pengalengan merupakan metode utama pengawetan makanan dan menjadi dasar destruksi mikroorganisme oleh panas dan pencegahan rekontaminasi. Kualitas makanan yang dikalengkan tidak hanya dipengaruhi oleh proses panas tetapi juga metode-metode preparasi, misalnya preparasi yang melibatkan pencucian, trimming, sortasi, blanching, pengisian dalam kontainer, dan penjagaan head space di dalam kaleng dengan penutupan vakum (Luh, 1975).
Pada proses pengalengan buah nanas dan buncis hal yang pertama harus dilakukan adalah penyiapan bahan, penyiapan bahan baku terdiri dari :
a.       Trimming
Tujuan dari trimming ini adalah untuk membuang bagian yang tidak dapat dikonsumsi seperti pada nanas yang harus dibuang yaitu pada bagian atas dan bawah, kulit nanas dan mata nanas hingga didapat buah nanas yang hanya dapat dikonsumsi. Sedangkan pada buncis yang harus di trimming yaitu bagian ujung pada buncis dan benang yang biasanya ada pada bagian tengah buncis.
b.      Washing
Setelah dilakukan trimming selanjutnya dilakukan washing atau pencucian tujuannya adalah untuk membersihkan nanas dan buncis dari kotoran yang menempel. Biasanya washing dilakukan dengan membasuhnya di air mengalir agar kotoran yang menempel ikut terbuang, namun selain itu washing juga dapat dilakukan dengan cara perendaman dan penyemprotan.
c.       Cutting
Cutting dilakukan dengan memotong bagian yang sudah dilakukan trimming dan washing ke dalam bagian yang lebih kecil dengan bentuk yang seragam.
Setelah dilakukan penyiapan bahan hal yang selanjutnya adalah proses pengalengan buah nanas dan buncis, yang harus dilakukan antara lain :

a.       Pengisian (filling)
Pengisian nanas dan buncis pada jar dilakukan setelah sebelumnya dilakukan sterilisasi terlebih dahulu pada jar menggunakan autoklap dengan suhu 121°C selama 15-30 menit, setelah disterilisasi baru mengisi jar, mengisi jar jangan terlalu penuh harus menyisakan space kosong dibagian atas (headspace). Head space ditujukan agar pada saat sterilisasi masih terdapat tempat untuk pengembangan isi.
Besar head space haruslah diperhatikan, jika terlalu kecil akan berbahaya karena ujung kaca bisa pecah akibat pengembangan isi selama proses pengolahan. Sebaliknya jika head space terlalu besar udara yang terkumpul di dalam ruang tersebut lebih banyak, sehingga dapat menyebabkan oksidasi dan perubahan warna bahan yang dikalengkan.
Dalam proses pengalengan biasanya dilakukan penambahan medium. Di Indonesia dikenal beberapa macam medium pengalengan, yaitu bisa berupa larutan garam/kaldu, larutan gula, minyak atau minyak yang ditambah dengan cabai dan bumbu lainnya, dan medium berupa saus tomat. Penambahan medium bertujuan untuk memberikan penampilan dan rasa yang spesifik pada produk akhir, sebagai media pengantar panas, mendapatkan derajat keasaman yang lebih tinggi, dan mengurangi terjadinya karat pada bagian dalam kaleng.
Sedangkan medium yang kami gunakan pada praktikum pengalengan nanas adalah berupa larutan gula sebesar 35 derajat brix atau 35 gram gula dan 65 ml air ditambah asam sitrat 300 ppm atau 300 mg/L. sedangkan medium untuk buncis berupa larutan kaldu.
b.      Exhausting
Dilakukan dalam keadaan jar terbuka pada penangas air sampai bagian tengah jar terendam air hingga suhu dalam jar mencapai 85°C selama 5-10 menit. Exhausting dilakukan sebagai langkah untuk blanching atau pematangan buah.
Dalam pengalengan, blanching diartikan sebagai pemasukan buah atau sayuran ke dalam air mendidih atau mengukus dalam air mendidih yang berlebih selama periode waktu tertentu diikuti dengan mecelupkannya dalam air dingin untuk menghentikan pemasakan. Blanching akan merusak enzim yang mengakibatkan perubahan warna, flavor dan tekstur. Blanching menghilangkan udara dari makanan sehingga membuatnya lunak dan lebih mudah ditangani (Anonim, 2007b).
c.       Penutupan jar
Tujuan dari penutupan jar ini adalah untuk menutup jar sedemikian rupa hingga faktor-faktor penyebab kerusakan tidak ikut masuk ke dalam jar setelah proses sterilisasi. Penutupan jar haruslah benar-benar rapat, sebab kebocoran dapat merusak produk dalam jar. Selain itu kebocoran juga harus dihindari agar tidak ada produk yang terbuang. Jadi setelah jar dibuka perlu diadakan pengujian warna, kenampakan dan baunya, jika ada penyimpangan bau maka itu merupakan tanda adanya kebusukan, perubahan juga mungkin terjadi karena reaksi antara produk dan kaleng, apabila kemasan yang digunakan berupa kaleng.
Namun dalam praktikum kami lebih memilih menggunakan kemasan jar/botol karena beberapa alasan pertama karena kaca bersifat lambat bereaksi sehingga aman digunakan pada suhu yang tinggi, selain itu kaca yang transparan mempermudah pengamatan, tahan terhadap tekanan dan harganya relatif lebih murah.
Gelas bersifat inert (lambat bereaksi) terhadap bahan kimia dan hampir tidak bereaksi dengan bahan/produk yang dikemas. Sifat inert dari bahan gelas memang relatif, namun hampir setiap bahan gelas tidak bereaksi dan tidak menimbulkan efek dengan bahan kimia. Kecuali asam hidroflorik berbentuk cair dapat bereaksi dengan cepat pada suhu kamar (Paine dan Paine, 1992).
d.      Sterilisasi
Proses sterilisasi pada pengalengan ini adalah pemanasan wadah serta isinya untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan penyebab kerusakan pada produk, tetapi tidak sampai merusak isinya. Yang kami gunakan adalah pemanasan dengan suhu 121°C selama 15 menit.
Seperti yang disebutkan oleh Susanto (2011) proses komersial pengalengan meliputi proses pencucian, sortasi dan grading, persiapan alat dan bahan, filling, exhausting, container sealing, sterilisasi, cooling, labelling, penyimpanan dan pengangkutan.
Setelah selesai dalam rangkaian proses di atas yang selanjutnya dilakukan pendinginan pada suhu ruang untuk kelompok ganjil dan pendinginan pada suhu dingin oleh kelompok genap. Setelah 7 hari amati perubahan yang terjadi, apakah hasilnya baik atau sebaliknya.
Jika prosedur pengalengan dilakukan dengan benar dan sanitasinya diperhatikan maka kerusakan makanan kaleng jarang terjadi. Seperti hasil praktikum pengalengan yang kami buat, pada pengalengan nanas maupun buncis tidak terjadi kerusakan pada isinya, keduanya masih terlihat segar, selain itu aromanya masih baik, bahkan aromanya tercium lebih kuat dari sebelumnya, sedangkan untuk warna tidak ada perubahan yang signifikan dan dari segi rasa masih baik walaupun disimpan di suhu ruang, berarti ini menunjukan bahwa prosedur pengalengan dilakukan dengan baik.
Kerusakan dapat terjadi karena kesalahan pengolahan atau kebocoran kaleng atau jar. Kerusakan akan menyebabkan bahan pangan tidak steril, karena kerusakan diakibatkan oleh mikroba. Kerusakan juga dapat terjadi karena kurang sterilnya wadah.
Makanan kaleng lebih dipilih oleh ibu yang sibuk karena pemakain makanan kaleng itu lebih praktis dan efesien, dapat dimakan kapan saja dan dapat dibawa kemana saja, selain itu masa simpan nya yang panjang sehingga sangat cocok dibawa ketika bepergian.

KESIMPULAN
·         Pengawetan merupakan cara pengawetan bahan pangan dalam wadah tertutup kedap udara yang telah disterilkan. Cara pengawetan ini merupakan cara yang umum dilakukan pada buah dan sayur karena bebas dari kerusakan dan dapat mempertahankan nilai gizi dan cita rasa.
·         Proses pengalengan buah nanas dan buncis terdiri dari sortasi, trimming, washing, cutting, sterilisasi, filling, exhausting, penutupan jar dan sterilisasi kembali, penyimpanan
·         Untuk mengurangi faktor-faktor penyebab kerusakan pada makanan dilakukan sterilisasi suhu panas dengan autoclap 121°C selama 15-30 menit.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2007b. Canning Vocabulary. www.utextension.utk.edu. [10 Maret 2016]

Paine, F.A. dan H.Y. Paine, 1992. Editor. A Handbook of Food Packaging. Second Edition. Blackie Academic & Professional. Chapman & Hall. London.
Luh, Bor, S., Woodroof, J.G. 1975. Commercial Vegetable Processing. The Avi
Publishing Company, Inc. Connecticut.
Susanto, H. 2011. Canning as a Method Preserving Fruits and vegetables. http://agroindustriindonesia.com/2011/01/canning-as-a-method-preserving-fruits-and.html. [10 Maret 2016]

Blansing & Pasteurisasi




PEMBAHASAN
Suhu tinggi tidak hanya diterapkan pada makanan saat pengolahan pangan saja seperti memasak, menggoreng, membakar guna membuat makanan menjadi lunak dan enak dimakan, namun suhu tinggi juga dapat diterapkan pada pengawetan makanan karena panas akan dapat mematikan sebagian dari mikroroganisme yang dapat menyebabkan kerusakan pangan dan berbahaya bagi kesehatan, panas juga dapat menghambat kerja enzim, serta membuat makanan lebih aman. Pengolahan dengan suhu panas biasanya dilakukan dengan cara blansing, sterilisasi dan pasteurisasi.
Selain untuk melunakan makanan pengolahan pada suhu tinggi juga dapat memperbaiki mutu sensori seperti warna, tekstur dan kenampakannya. Dalam proses pemanasan harus diperhatikan suhu dan waktu, karena jika proses pemanasan dilakukan secara berlebihan maka akan menyebabkan kerusakan komponen gizi dan penurunan mutu sensori seperti warna, tekstur dan kenampakan.
A.    Blansing
Seperti yang akan kita lakukan pada praktikum kali ini yaitu mengenai proses pemanasan blansing dan pasteurisasi. Praktikum ini dilakukan dengan tujuan untuk memahami mekanisme blansing pada bahan pangan kemudian dapat mengidentifikasi dan memahami pengaruh blansing pada karakteristik bahan pangan dan untuk memahami faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam blansing. Bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu wortel dan buah apel, yang mana keduanya memperoleh perlakuan yang sama yaitu blansing yang terdiri dari steaming dan boiling.
Umumnya sayur dan buah memperoleh perlakuan blansing. Blansing merupakan proses pemanasan dibawah titik didih. Waktu blansing sangat penting untuk diperhatikan sesuai jenis sayur dan ukurannya, sayuran dan buah yang terlalu lama di blansing akan menyebabkan hilangnya aroma, rasa, warna dan nilai gizi didalamnya.
Buah dan sayur segar memiliki enzim yang sering mengganggu pada saat penyimpanan produk. Selama peyimpanan produk sayur dan buah enzim akan menurunkan mutu sensori dan gizi produk. Dengan adanya proses blansing yang dilanjutkan dengan proses pasteurisasi atau pendinginan maka enzim akan inaktif dan tidak akan mempengaruhi pada proses penyimpanan
Pada praktikum waktu yang dibutuhkan untuk blansing cara boiling sebelum dilakukan penyimpanan pada suhu rendah bagi wortel yang berukuran kecil cukup memboiling wortel dan apel tersebut selama 5 menit, sedangkan wortel dan apel dengan perlakuan steaming atau pengukusan dilakukan selama 10 menit.
Pada umumnya blansir dilakukan sebelum kepada langkah selanjutnya seperti sebelum pengalengan atau sebelum didinginkan. Sehingga mempermudah proses selanjutnya. Alat yang digunakan dalam praktikum blansing kali ini yaitu menggunakan penangas air.
Dari hasil pengamatan terlihat bahwa wortel dan apel A, B mengalami penyusutan bobot setelah dilakukan steaming pada wortel dan apel A dan perlakuan boiling pada wortel dan apel B, sementara dari keduanya yang paling signifikan terjadinya penyusutan yaitu pada buah apel, ini dikarenakan kandungan air pada buah lebih banyak dibanding pada sayur sehingga air yang hilang pada saat proses blansing lebih banyak pada apel. Sehingga disini dapat dikatakan bahwa blansing pada sayur lebih lama dari pada buah. Sementara buah memerlukan waktu yang relatif singkat dalam penanganan blansing, atau bahkan buah-buahan lebih baik dimakan segar untuk memperoleh manfaat yang maksimal.
Sementara berat dari wortel dan apel yang tidak dilakukan blansing beratnya tetap, meski wortel tersebut dimasukan ke dalam kulkas, namun disana terlihat apel tanpa blansing yang dimasukan ke dalam kulkas terjadi sedikit penyusutan ukuran.
Sedangkan dari segi aroma, wortel dan apel yang mengalami blansing tidak tercium bau khas dari masing-masing bahan, justru keduanya tidak tercium bau apapun, sementara bahan yang tidak dilakukan blansing masih tercium bau khas dari masing-masing komoditi. Kemudian dari teksturnya bahan yang mengalami blansing memiliki teksture yang lembek, dan yang tanpa blansing teksturnya masih sama.
Dari warna seperti yang telah disebutkan diatas, bahwa dengan blansing dapat memperbaiki mutu sensori seperti warna, karena dalam hal ini wortel yang mengalami steaming maupun boiling menjadi berwarna oranye yang lebih mencolok dan cerah.
B.     Pasteurisasi
Menurut Effendi (2012) pateurisasi adalah sebuah proses pemanasan makanan dibawah suhu didih dengan tujuan hanya membunuh bakteri patogen, sedangkan sporanya masih dapat hidup. Pasteurisasi tidak dimaksudkan untuk membunuh seluruh mikroorganisme di makanan. Pasteurisasi bertujuan untuk mencapai “pengurangan log” dalam jumlah organisme, mengurangi jumlah mikroorganisme sehingga tidak lagi bisa menyebabkan penyakit dengan syarat produk yang telah dipasteurisasi didinginkan dan digunakan sebelum tanggal kadaluwarsa.
Pasteurisasi merupakan pemanasan yang lebih ringan dari sterilisasi sebab dalam hal ini yang digunakan dalam praktikum yaitu produk susu, sehingga kami lebih memilih cara pasteurisasi karena langkah ini merupakan penanganan yang paling tepat untuk susu. Disini jelas bahwa susu tidak cocok diperlakukan dengan sterilisasi, karena sifatnya yang mensterilkan, sedangkan didalam susu masih terdapat bakteri baik yang akan ikut mati, sehingga apabila kita menggunakan sterilisasi untuk susu maka kita meminum susu yang rusak, dan tidak ada lagi manfaatnya.
Sebenarnya pasteurisasi dapat dilakukan dengan 3 cara (Effendi, 2012) yaitu :
a.       Pasteurisasi lama atau dikenal low temperature long time yaitu pemanasan dilakukan pada suhu yang tidak begitu tinggi dengan waktu yang relatif lama.
b.      Pateurisasi singkat atau high temperatur short time yaitu pemanasan dilakukan pada suhu yang tinggi dengan waktu yang relative singkat.
c.       Pasteurisasi dengan Ultra High Temperature atau UHT, yaitu pemanasan dengan suhu tinggi yang segera didinginkan pada suhu 10°C dan merupakan suhu normal untuk pertumbuhan bakteri susu.
Perlakuan panas yang juga dilakukan pada praktikum ini yaitu pasteurisasi, hal ini dilakukan untuk memahami mekanisme pasteurisasi dan dapat melakukan pasteurisasi secara HTST dan LTLT, dapat mengidentifikasi dan memahami pengaruh pasteurisasi pada karakteristik bahan pangan dan untuk memahami faktorfaktor yang perlu diperhatikan dalam pasteurisasi.
Dalam praktikum kita kali ini hanya melakukan pasteurisasi jenis LTLT, dengan suhu yang digunakan adalah 60°C selama 30 menit memakai hot plate, usahakan agar suhu tetap stabil selama 30 menit. Setiap botol susu memiliki perlakuan yang berbeda. Dari hasil pengamatan diperoleh bahwa susu A yang tidak dipasteurisasi namun disimpan didalam kulkas kenampakannya terdapat gumapalan-gumapalan lemak kecil dan baunya lebih asam, sedangkan susu B1 merupakan susu pasteurisasi namun disimpan di suhu ruang setelah 7 hari, dari kenampakannya sudah pasti itu tidak dapat dikonsumsi sebab dari teksturnya menjadi bergumpal padat dan baunya sangat tidak sedap. Sementara susu pasteurisasi yang disimpan dikulkas keadaannya masih baik dan segar, dari baunya pun masih tercium khas susu.
Sehingga dari hasil pengamatan di atas dapat disimpulkan bahwa susu yang baik adalah susu yang mengalami pasteurisasi terlebih dahulu, tetapi setelah pasteurisasi tersebut harus diikuti dengan penyimpanan yang baik, yaitu di suhu dingin sehingga daya simpannya lebih lama. Sementara yang disimpan di suhu ruang dalam 1-2 hari susu akan mengalami pembusukan.
Dari pembahsan di atas dapat dijelaskan bahwa pasterisasi dapat mempertahankan nutrisi dan karakteristik sensori bahan, tetapi pasteurisasi ini hanya dapat mempertahankan umur simpan susu dalam beberapa hari saja.

KESIMPULAN
·         Suhu tinggi dapat digunakan untuk pengolahan pangan, pengawetan dan memperbaiki mutu sensori seperti warna, tekstur dan kenampakan juga memudahkan dalam proses selanjutnya.
·         Blansing merupakan proses pemanasan dibawah titik didih. Blansing terdiri dari steaming dan boiling. Sedangkan pasteurisasi adalah pemanasan di bawah suhu didih untuk membunuh bakteri patogen, sementara sporanya masih hidup, jadi pasteurisasi hanya akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme.
·         Dengan blansing bahan pangan akan kehilangan aroma, namun daya tahannya lebih lama dan mutunya masih baik. Sementara perlakuan pada susu yang paling baik adalah susu pasteurisasi yang di simpan di lemari es. Itu pun akan tahan 2-4 hari jika kemasan sudah di buka.

DAFTAR PUSTAKA
Effendi Supli. H. M. (2012). Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Pangan. Alfabeta : Bandung.