FOOD ADDITIVE
A.
UJI BORAKS (KUALITATIF)
Boraks adalah
senyawa berbentuk kristal putih tidak berbau dan stabil pada suhu ruangan.
Boraks merupakan senyawa kimia dengan nama natrium tetraborat (NaB4O7 10 H2O).
Jika larut dalam air akan menjadi hidroksida dan asam borat (H3BO3). Boraks
atau asam boraks biasanya digunakan untuk bahan pembuat deterjen dan
antiseptic. Mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks tidak berakibat buruk
secara langsung, tetapi boraks akan menumpuk sedikit demi sedikit karena
diserap dalam tubuh konsumen secara kumulatif. Larangan penggunaan boraks juga
diperkuat dengan adanya Permenkes RI No235/Menkes/VI/1984 tentang bahantambahan
makanan, bahwa NatriumTetraborate yang lebih dikenal dengannama Boraks
digolongkan dalam bahantambahan yang dilarang digunakan dalammakanan, tetapi
pada kenyatannya masihbanyak bentuk penyalahgunaan dari zattersebut (Subiyakto,
1991).

Struktur kimia boraks
Sumber
: Ra’ike, 2007
Boraks merupakan
zat yang berbahaya bagi kesehatan apabila diaplikasikan pada makanan seperti
mie, baso, sosis dan lain-lain. Efek mengkonsumsi boraks tidak langsung
dirasakan, namun efeknya itu akan terasa dalam jangka waktu yang lama meskipun
dikonsumsi dalam jumlah yang kecil.
Kekhawatiran
masyarakat kini semakin meningkat karena semakin maraknya produsen makanan yang
menggunakan boraks pada produknya, hal ini dimaksudkan agar makanan lebih tahan
lama sehingga dapat menekan kerugian, selain itu boraks juga dapat memperbaiki
penampilan makanan dari yang tidak layak konsumsi menjadi terlihat baik
kembali.
Dari
kekhawatiran tersebut disini kami bermaksud mengadakan penelitian guna menguji
kandungan boraks pada beberapa makanan yang biasa kita konsumsi sehari-hari.
Hal ini dilakukan karena semakin banyaknya boraks yang disalah gunakan sebagai
bahan tambahan pangan, yang seharusnya boraks tidak boleh digunakan pada
makanan.
|
Uji
Boraks sederhana
|
Uji
Nyala api
|
Otak-otak
|
-
|
-
|
Cilok
|
ü
|
-
|
Lontong
|
ü
|
-
|
Lemper
|
ü
|
ü
|
Mie basah
|
ü
|
ü
|
Kwetiaw
|
-
|
-
|
Baso
|
-
|
-
|
Sosis
|
-
|
-
|
Tahu
|
-
|
-
|
Siomay
|
ü
|
-
|
Praktikum kali
ini bertujuan untuk megetahui mekanisme pengujian boraks pada beberapa sampel
produk pangan dan agar kita dapat mengidentifikasi produk pangan yang
mengandung boraks.Pengujian dilakukan dengan dua cara, pertama dengan uji
sederhana meggunakan ekstrak kunyit dan yang kedua menggunakan pengujian dengan
nyala api. Dari kedua pengujian diatasdidapatkan hasil pengamatan seperti dalam
tabel dibawah ini :
1.
UJI BORAKS SEDERHANA menggunakan ekstrak kunyit
Pengujian sederhana menggunakan ekstrak
kunyit ini dilakukan dengan cara mengupas kuyit terlebih dahulu, kemudian
dihaluskan dan ditambah 50 ml air, setelah itu ekstrak larutan kunyit hingga
mendapatkan filtrat kunyit. Untuk membuat indikator, terlebih dahulu kita harus
mencampur 20 % boraks dengan cara memasukkan 5 gram boraks dengan 25 ml aquades
dan campurkan dengan ekstrak kunyit hingga berwarna merah kecoklatan, maka
larutan campuran tersebut dapat dijadikan sebagai indikator ada atau tidaknya boraks pada sampel
makanan.
Pada praktikum kali ini kami mengadakan
pengujian pada beberapa makanan diantaranya otak-otak, cilok, lontong, lemper,
mie basah, kwetiaw, baso, siomay, tahu dan sosis. Dari hasil pengamatan
terlihat banyak makanan yang terindikasi mengandung boraks, antara lain mie
basah, baso tahu, cilok, lontong dan lemper. Dari hasil tersebut kita dapat
mengetahui makanan apa saja yang harus berhati-hati dalam konsumsinya seperti
mie basah.
Miebasah
merupakan makanan yang digemari oleh masyarakat, tidak sebatas rasanya, namun
mie basah ini dapat dijadikan bahan dasar berbagai olahan makanan. Karena dari
namanya pun kita sudah mengetahui bahwa mie basah ini mengandung banyak air
sehingga,
akan lebih cepat mengalami kerusakan, oleh sebab itu banyak produsen yang
mencampurkan bahan pengawet kedalamnya, seperti yang sering ditambahkan pada
mie basah yaitu boraks. Dari hasil pengamatan, mie basah memiliki kandungan
boraks yang tinggi sebab pada saat pengujian dengan ekstrak kunyit, ketika diteteskan, tanpa waktu
yang lama mie menjadi berwarna merah hal ini menandakan pekatnya kandungan
boraks pada mie basah, sehingga dari sana dapat diketahui bahwa mie basah yang
biasa kita konsumsi pada berbagai masakan seperti campuran pada bakso ini
sangat berbahaya untuk dikonsumsi. Akan sangat dimungkinkan mie basah ini
mengandung bahan pengawet kimia, karena jika dilihat secara kasat mata, mie
basah ini memiliki ciri ciri kenyal seperti karet, tahan lama dan warnanya
mengkilap, sehingga akan sangat menarik konsumen.
Baso
tahu
atau siomay dari hasil pengamatan dapat terlihat adanya boraks, namun kandungan
boraks pada siomay terdapat pada bagian siomaynya bukan pada tahu, sebab pada
saat diberikan ekstrak kuning setelah ditunggu beberapa lama, muncul warna
merah namun hanya pada siomaynya saja sementara pada tahu warna kunyitnya
tetap. Padabaso tahu ini warna merah pada siomay tidak sepekat pada mie basah,
hal ini karena kandungan boraks pada siomay tidak sebanyak pada mie basah, jika
dibandingkan dengan indikator kunyit,warna merah yang timbul lebih muda dari
warna indikator sehingga dapat disimpulkan bahwa kandungan boraks pada siomay
kurang dari 20 %. Tetapi walaupun begitu kandungan boraks pada siomay akan berbahaya
jika dikonsumsi.
Cilok,
makanan yang terbuat dari tepung tapioka ini
sangat disukai oleh banyak orang terutama anak-anak, sekarang ini telah banyak
bermunculan inovasi baru dari makanan cilok ini. Untuk mendapatkannya pun dapat
dengan mudah, karena dipasaran sudah banyak dijual. Dari hasil pengamatan
terhadap uji boraks dengan kunyit didapatkan hasil bahwa cilok ini positif
mengandung boraks, namun kandungannya tidak begitu tinggi yaitu kurang dari 20
%. Penggunaan boraks pada cilok ini dimaksudkan agar cilok yang tidak habis
dalam sehari akan tetap awet, karena jika tanpa pengawet cilok yang tidak habis
dalam sehari akan muncul gejala-gejala kerusakan seperti bau asam, dan muncul
lendir pada permukaannya sehingga apabila sudah muncul gejala tersebut cilok
sudah tidak layak konsumsi. Sehingga yang paling aman apabila kita menginginkan
makanan ini, sebaiknya kita membuat sendiri dirumah sehingga keamanannya
terjamin.
Lontong
dan lemper, merupakan makanan yang biasa
menggantikan nasi ini ternyata dari hasil pengamatan terindikasi mengandung
boraks, hal ini dapat dilihat pada permukaan lontong dan lemper yang diberi
ekstrak kunyit menjadi kemerahan namun hanya seulas, namun hal ini tetap mengindikasikan
adanya boraks pada lontong dan lemper namun memang konsentrasinya kecil. Para
pedagang lontong dan lemper yang biasanya merupakan industri rumahan, menambahkan boraks agar membuat makanan ini tahan lama,
karena jika kita membuat sendiri dirumah lontong dan lemper dalam satu dua hari
saja akan mengalami perubahan fisik, seperti muncul lendir pada permukaan dan
rasanya pun akan menjadi asam, sehingga lontong maupun lemper sudah tidak layak
lagi untuk dikonsumsi.
Pada
awalnya kami beranggapan bahwa bakso dan sosis mengandung boraks, sebab tidak
sedikit sekarang ini agar mendapatkan bakso yang kenyal dan tahan lama, maka
para pedagang menambahkan boraks pada makanannya. Namun ternyata setelah diuji,
bakso dan sosis dengan merek yang sama aman dari kandungan boraks, namun
demikian walaupun tidak memakai boraks namun produsen ini menambahkan bahan
pengawet sintetis lain yang belum tentu aman dikonsumsi. Namun pada dasarnya
pengawet buatan itu tidak baik digunakanan, sebaiknya dihindari.Lebih baik memakai
pengawet alami seperti rempah yang mengandung anti mikroba yang dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme.
2.
UJI NYALA API
Uji boraks
lainnya yaitu menggunakan uji nyala api, uji nyala api ini tidak seperti uji
sederhana yang dapat digunakan oleh siapa saja, namun uji nyala api ini
biasanya dilakukan oleh praktikan di dalam laboratorium sebab dalam praktek uji
nyala ini harus menggunakan asam pekat yang berbahaya bagi tubuh sehingga
penelitian ini harus dilakukan di dalam laminar air flow.
Sama halnya
seperti pengujian sederhana menggunakan kunyit, uji nyala api ini bertujuan
untuk menguji kandungan boraks pada beberapa makanan yang telah disebutkan pada
tabel diatas. Uji nyala api ini dilakukan pertama kali dengan menimbang sampel
sebanyak 5 gram dan dibakar hingga menjadi arang, kemudian dihaluskan, setelah itu
diteteskan H2SO4 dan methanol ke dalam arang sampel yang
telah halus, kami segara membakar uap sampel yang timbul karena dikhawatirkan
uap dari larutan H2SO4 dan methanol ini terhirup oleh manusia.
Kemudian diamati warna api yang timbul, jika warna api yang timbul hijau-biru
itu menandakan bahwa sampel tersebut mengandung boraks.
Dari ke
sepuluh sampel yang diteliti ternyata terdapat 2 sampel positif mengandung
boraks diantaranya lemper dan mie basah, hasil pengamatan ini berbeda dengan
pengamatan sebelumnya yang mana banyak sampel makanan yang diuji mengandung
boraks. Kami beranggapan bahwa uji nyala api ini akan nampak pada sampel
makanan yang kandungan boraksnya tinggi, sehingga pada sampel yang kandungan
boraksnya rendah nyala api terkadang tidak terlihat, atau warna hijau-biru yang
timbul hanya sebentar, sebaliknya semakin tinggi kandungan boraks pada makanan
maka semakin lama api hijau menyala, sehingga dapat dikatakan 2 sampel ini
memiliki kandungan boraks yang tinggi, namun disini kami mengadakan penelitian
secara kualitatif artinya hanya data saja yang didapat, tetapi tidak lebih jauh
untuk mengetahui berapa kandungan boraks yang ditambahkan.
Dari hasil
penelitian, mie basah merupakan urutan pertama yang paling banyak menggunakan
boraks, sebab kandungan boraksnya dapat di uji di kedua percobaan.
Penambahan
boraks dapat terjadi karena ketidaktahuan pedagang pada dampak dan bahaya pada
boraks, sehingga mereka menganggap bahwa itu hal yang biasa
B. UJI
FORMALIN
Formalin
adalah larutan formaldehid dalam air dengan kadar 37% yang biasa di gunakan
untuk mengawetkan sampel biologi atau mengawetkan mayat. Formalin merupakan
bahan kimia yang disalahgunakan pada pengawetan tahu, mie basah, dan bakso. (Djoko,
2006).
Formalin merupakan
bahan kimia yang
biasa dipakai untuk membasmi
bakteri atau berfungsi sebagai disinfektan. Zat ini termasuk dalam golongan
kelompok desinfektan kuat, dapat membasmi
berbagai jenis bakteri
pembusuk, penyakit, cendawan atau
kapang, disamping itu juga dapat mengeraskan jaringan tubuh setiap hari.
Kita menghirup formalin
dari lingkungan sekitar. Skala kecil, formaldehida sebutan
lain untuk formalin secara alami ada di alam. Contohnya gas penyebab bau kentut
atau telur busuk. Formalin di udara terbentuk dari pembakaran gas metana dan
oksigen yang ada
di atmosfer, dengan
bantuan sinar matahari. Formalin mudah
larut dalam air sampai kadar 55 %, sangat reaktif dalam suasana alkalis,
serta bersifat sebagai zat
pereduksi yang kuat,
mudah menguap karena
titik didihnya rendah
yaitu -210C (Winarno, 2004).
Formalin saat ini sudah
sangat umum digunakan, biasanya formalin ini digunakan pada barang atau mayat
agar tahan lama dan tidak cepat rusak. Namun para produsen makanan tidak
mengetahui jika formalin tidak tepat jika digunakan pada makanan karena akan
sangat berbahaya bagi kesehatan karena formalin ini bersifat karsinogenik jika
termakan akan menyebabkan resiko kanker. Walaupun sudah terdapat larangan
terhadap penggunaan formalin pada makanan, tetapi formalin masih marak
digunakan, karena penggunaan formalin ini dapat membuat makanan menjadi kenyal,
dan tahan lama, selain itu tampilan pada makanan yang diberi formalin akan
lebih menarik.
Analisis kualitatif formalin
pada sampel makanan yang akan diuji menggunakan KMnO4, dengan cara
memasukkan larutan KMnO4ke dalam cawan, dan sampel makanan halus
dimasukkan juga ke dalam cawan hingga sampel benar-benar terendam, kemudian
diamati selama 30 menit, jika warna violet memudar maka sampel terindikasi
mengandung formalin.Sampel yang kami teliti pada praktikum kali ini yaitu
otak-otak, cilok, lontong, lemper, mie basah, kwetiaw bakso, sosis, tahu dan
siomay.Dari percobaan yang kami lakukan didapatkan hasil pengamatan seperti dibawah
ini :
|
Uji formalin (+/-)
|
Ketr.
|
Otak-otak
|
+
|
|
Cilok
|
-
|
|
Lontong
|
+
|
|
Lemper
|
+
|
|
Mie basah
|
+
|
|
Kwetiaw
|
+
|
|
Bakso
|
-
|
|
Sosis
|
-
|
|
Tahu
|
+
|
|
Siomay
|
+
|
|
Dari
tabel diatas ternyata banyak sekali makanan yang mengandung formalin, hampir
semua sampel menggunakan formalin, hal ini ditunjukan dengan memudarnya warna
violet pada kalium permanganate, sehingga terindentifikasi bahwa sampel
tersebut mengandung pengawet formalin.
Memang kandungan formalin
ini sulit dideteksi di pasaran karena pengujiannya hanya dapat dilakukan di
laboratorium melalui uji formalin, namun sekarang para konsumen harus semakin
jeli dalam memilih makanan, karena saat ini semakin marak penjualan makanan
yang menggunakan bahan kimia berbahaya.
Pada hakekatnya formalin
memiliki fungsi yang sama dengan boraks, yaitu untuk bahan pengawet, dari tabel
formalin ternyata dapat diketahui lontong, lemper, mie basah dan siomay selain
menggunakan boraks ternyata juga mengandung formalin. Jelas makanan ini sangat
berbahaya bagi konsumenkarena mengandung keduanya, sedangkan yang hanya
mengandung formalin yaitu otak-otak-otak, kwetiaw, dan tahu.
Memang secara sekilas semua
sampel yang terindikasi formalin tidak dapat dibedakan, namun kita sebagai
konsumen harus teliti dalam memilih makanan seperti pada tahu yang terindikasi
formalin terdapat keanehan dari tahu alami, karena pada umumnya tektur tahu
begitu rapuh apabila ditekan, namun ini harus beberapa kali tekan untuk
menghancurkannya, selain itu kami juga mengadakan pengujian pada tahu dengan
melemparnya ke lantai, ternyata tahu yang dilempar ke lantai memantul bukannya
hancur, dan itu butuh beberapa kali lempar untuk benar-benar menghancurkannya.
Jelas sekali bahwa kandungan formalin pada tahu ini sangat tinggi.
Otak-otak yang terindikasi
mengandung formalin memiliki tekstur yang tidak biasa, memang otak otak ini
pada dasarnya memiliki tektur kenyal karena terbuat dari tepung tapioka yang ditambah ikan, namun otak-otak yang dijadikan
sampel ini memiliki tekstur yang sangat kenyal, sehingga tidak heran setelah
dilakukan pengujian ternyata hasilnya positif. Penambahan formalin pada
otak-otak sangat dimungkinkan karena ikan yang digunakan pada campuran bahan
akan cepat mengalami kebusukan sehingga para oknum pedagang menambahkan boraks
ke dalamnya. kemudian, setelah dicium aromanya sangat tidak sedap, kemungkinan
oknum pedagang ini menambahkan ikan yang tidak segar bahkan busuk pada
makanannya sehingga bau pada otak-otak seperti bau ikan busuk, sehingga tidak
heran pedagang menambahkan formalin ke dalamnya agar penampilan
dan tekstur pada otak-otak terlihat baik.
Penambahan
boraks dan formalin ini makin marak digunakan, hal ini dikarenakan ketidak
tahuan dari pihak produsen sendiri yang biasanya merupakan indutri rumahan,
kemudian ketidak tahuan konsumen dalam memilih makanan yang sehat dan juga
kurangnya pengawasan oleh pemerintah sehinga persebaran makanan ini sangat
mudah, selain itu harganya yang murah jika dibandingkan dengan pengawet yang
aman membuat oknum pedagang tergiur untuk memakainya.
C. PENAMBAHAN (perendaman) berbagai
jenis FOOD ADDITIVE
Pengertian bahan
tambahan makanan (BTM) atau food additivemenurut
Peraturan Menteri Kesehatan RI No 722/Menkes/Per/IX/88 adalah bahan yang
biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan bukan merupakan ingredient khas
makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja
ditambahkan dan dicampur sewaktu pengolahan makanan untuk menghasilkan suatu
komponen atau mempengaruhi sifat khas dan meningkatkan mutu makanan tersebut
(Effendi, 2012).
Bahan tambahan
makanan ini sudah sering kita temukan di kehidupan sehari-hari, seperti
penambahan garam dan gula pada makanan, itu merupakan salah satu contoh zat
aditif dalam konteks yang sederhana. Bahan tambahan makanan yang biasa
digunakan adalah pewarna, pengawet, pengemulsi, pemanis dan penyedap rasa. Zat
aditif ini dapat memperbaiki mutu sensori bahan dan ada juga yang dapat
mempertahankan gizi makanan, seperti pada industri besar biasanya ditambahkan
zat aditif untuk mempertahankan gizi yang mungkin rusak pada saat pengolahan.
Zat aditif ini
ada yang alami, ada juga yang sintetis dari zat-zat kimia. Namun pada umumnya
yang ditambahkan pada industri besar adalah zat aditif sintesis, sehingga
apabila dikonsumsi terlalu berlebihan akan mengganggu kesehatan, dan apabila
mengkonsumsi terlalu sering akan mengakibatkan efek samping jangka panjang.
Tetapi, hal ini dapat ditanggulangi dengan pemakaian zat aditif dengan
semestinya dan sesuai dengan prosedur penggunaan.
Di Indonesia
sendiri yang menjadi kekhawatiran masyarakat adalah penggunaan zat aditif yang
berbahaya, seperti pewarna tekstil pada makanan dan formalin serta boraks yang
dijadikan pengawet makanan. Namun tidak selamanya zat aditif itu berbahaya
karena ada juga zat aditif yang ditambahkan pada makanan guna memperbaiki gizi
makanan, penampilan, bentuk maupun rasa.
Dari pernyataan
diatas kami bermaksud mengadakan penelitian mengenai zat aditif, yang mana
kesemua sampel aditif merupakan zat yang masih aman dikonsumsi dalam jumlah
tertentu seperti yang akan kita gunakan pada praktikum kali ini yaitu NaCl 3%, Na. Metabisulfit 0,3%, dan Asam sitrat 3%. Prartikum ini
dilakukan dengan cara perendaman dengan zat-zat aditif diatas, tujuannya agar
dapat mengetahui pengaruh perendaman dalam berbagai jenis food aditif terhadap karakteristik sensori bahan pangan dan
mekanismenya.
Yang pertama
harus dilakukan adalah dengan membuat larutan aditif yang telah disebutkan
diatas, kemudian mengupas dan memotong apel dan kentang kedalam bentuk irisan,
setelah itu apel dan kentang di rendam di dalam masing-masing larutan selama 15
menit dan diamati apa yang terjadi, kemudian apel dan wortel digoreng selama ±5
menit sampai warna nya kecoklatan, dan diamati kembali perubahan yang terjadi.
Dari hasil
pengamatan ternyata setiap perlakuan perendaman menimbulkan hasil akhir yang berbeda,
pada buah apel yang telah dipotong namun tidak dilakukan perendaaman, warna
apel menjadi coklat akibat adanya browni, dari apel ini yang kemudian menjadi
indikator untuk menentukan tektur dan warna pada apel yang dilakukan
perendaman.
Aquades.Setelah
dilakukan perendaman, apel yang direndam oleh aquades teksturnya menjadi lebih
lembek daripada apel tanpa perlakuan dan warnanya masih tetap yaitu putih
kekuningan. Kemudian setelah dilakukan penggorengan, tekstur apel mejadi lembek
dan empuk dan warnanya pun menjadi putih kecoklatan, aroma yang timbul yaitu
bau khas apel goreng dan rasa masih terasa rasa asam pada apel.
NaCl.
Begitupunperendaman dengan NaCl sifarnya sama dengan perendaman pada aquades. Namun
setelah digoreng tektur apel menjadi renyah, karena kami mengiris apel terlalu
tipis sehingga mudah untuk kering dan dari rasanya pun apel ini menjadi
asin/gurih karena pengaruh NaCl. NaCl ini menyerap pada pori-pori apel dan
kentang, atau sering disebut osmosis atau perpindahan zat dari yang berkonsentrasi
tinggi dari larutan NaCl kedalam kentang
yang berkonsentrasi rendah.
Na.
Metabisulfit. Sementara pada apel dan kentang yang
direndam dengan Na. Metabisulfit teksturnya menjadi lebih keras dari apel dan
kentang tanpa perlakuan dan warnanya pun menjadi lebih putih, hal ini
dikarenakan Na. Metabisulfit dapat mencegah pencoklatan pada apel dan kentang,
sehingga warnanya masih putih seperti baru dikupas.
Sementara pada
apel dan kentang yang telah dilakukan penggorengan teksturnya menjadi lebih
renyah dan berwarna kuning kecoklatan, namun rasanya tidak begitu sedap karena
apel yang direndam oleh Na. Metabisulfit rasanya menjadi asam sepat, sehingga
tidak cocok untuk dikonsumsi, namun penggunaan Na. Metabisulfit ini dapat
dilakukan pada pembuatan keripik agar hasil akhirnya baik, yang harus
diperhatian disini setelah direndam dengan Na. Metabisulfit, bahan pangan harus
dicuci kembali agar rasa yang timbul tidak terlalu buruk.
Asam
sitrat. Asamsitrat yang mengalami perubahan yang sama
dengan apel dan kentang yang direndam dengan Na. Metabisulfit. Teksturnya
menjadi lebih keras dan warnanya menjadi lebih putih
Setelah
dilakukan penggorengan tekture apel dan kentang menjadi embek dan empuk,
kemudian warna nya menjadi coklat kekuningan dan rasanya menjadi sangat asam,
terutama pada apel yang memang memiliki rasa asam bawaan
DAFTAR PUSTAKA
Djoko.
2006. Ipa terpadu. Grafindo media
pratama.
Permenkes
RI No 722/Menkes/Per/IX/88, Departemen Kesehatan R.I.,1988.
Ra’ike.
2007. Borax-Struktur. http://commons.wikimedia.org/wiki/File:Borax-Struktur.jpg.
[16 Maret 2016]
Winarno,
FG. 2004. Keamanan Pangan 2. M Brio Press. Bogor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar