Senin, 02 Mei 2016

Food Additive





FOOD ADDITIVE
 
A.    UJI BORAKS (KUALITATIF)
Boraks adalah senyawa berbentuk kristal putih tidak berbau dan stabil pada suhu ruangan. Boraks merupakan senyawa kimia dengan nama natrium tetraborat (NaB4O7 10 H2O). Jika larut dalam air akan menjadi hidroksida dan asam borat (H3BO3). Boraks atau asam boraks biasanya digunakan untuk bahan pembuat deterjen dan antiseptic. Mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks tidak berakibat buruk secara langsung, tetapi boraks akan menumpuk sedikit demi sedikit karena diserap dalam tubuh konsumen secara kumulatif. Larangan penggunaan boraks juga diperkuat dengan adanya Permenkes RI No235/Menkes/VI/1984 tentang bahantambahan makanan, bahwa NatriumTetraborate yang lebih dikenal dengannama Boraks digolongkan dalam bahantambahan yang dilarang digunakan dalammakanan, tetapi pada kenyatannya masihbanyak bentuk penyalahgunaan dari zattersebut (Subiyakto, 1991).
Struktur kimia boraks
Sumber : Ra’ike, 2007
Boraks merupakan zat yang berbahaya bagi kesehatan apabila diaplikasikan pada makanan seperti mie, baso, sosis dan lain-lain. Efek mengkonsumsi boraks tidak langsung dirasakan, namun efeknya itu akan terasa dalam jangka waktu yang lama meskipun dikonsumsi dalam jumlah yang kecil.
Kekhawatiran masyarakat kini semakin meningkat karena semakin maraknya produsen makanan yang menggunakan boraks pada produknya, hal ini dimaksudkan agar makanan lebih tahan lama sehingga dapat menekan kerugian, selain itu boraks juga dapat memperbaiki penampilan makanan dari yang tidak layak konsumsi menjadi terlihat baik kembali.
Dari kekhawatiran tersebut disini kami bermaksud mengadakan penelitian guna menguji kandungan boraks pada beberapa makanan yang biasa kita konsumsi sehari-hari. Hal ini dilakukan karena semakin banyaknya boraks yang disalah gunakan sebagai bahan tambahan pangan, yang seharusnya boraks tidak boleh digunakan pada makanan.

Uji Boraks sederhana
Uji Nyala api
Otak-otak
-
-
Cilok
ü   
-
Lontong
ü   
-
Lemper
ü   
ü   
Mie basah
ü   
ü   
Kwetiaw
-
-
Baso
-
-
Sosis
-
-
Tahu
-
-
Siomay
ü   
-
Praktikum kali ini bertujuan untuk megetahui mekanisme pengujian boraks pada beberapa sampel produk pangan dan agar kita dapat mengidentifikasi produk pangan yang mengandung boraks.Pengujian dilakukan dengan dua cara, pertama dengan uji sederhana meggunakan ekstrak kunyit dan yang kedua menggunakan pengujian dengan nyala api. Dari kedua pengujian diatasdidapatkan hasil pengamatan seperti dalam tabel dibawah ini :

1.      UJI BORAKS SEDERHANA menggunakan ekstrak kunyit
Pengujian sederhana menggunakan ekstrak kunyit ini dilakukan dengan cara mengupas kuyit terlebih dahulu, kemudian dihaluskan dan ditambah 50 ml air, setelah itu ekstrak larutan kunyit hingga mendapatkan filtrat kunyit. Untuk membuat indikator, terlebih dahulu kita harus mencampur 20 % boraks dengan cara memasukkan 5 gram boraks dengan 25 ml aquades dan campurkan dengan ekstrak kunyit hingga berwarna merah kecoklatan, maka larutan campuran tersebut dapat dijadikan sebagai indikator ada atau tidaknya boraks pada sampel makanan.
Pada praktikum kali ini kami mengadakan pengujian pada beberapa makanan diantaranya otak-otak, cilok, lontong, lemper, mie basah, kwetiaw, baso, siomay, tahu dan sosis. Dari hasil pengamatan terlihat banyak makanan yang terindikasi mengandung boraks, antara lain mie basah, baso tahu, cilok, lontong dan lemper. Dari hasil tersebut kita dapat mengetahui makanan apa saja yang harus berhati-hati dalam konsumsinya seperti mie basah.
Miebasah merupakan makanan yang digemari oleh masyarakat, tidak sebatas rasanya, namun mie basah ini dapat dijadikan bahan dasar berbagai olahan makanan. Karena dari namanya pun kita sudah mengetahui bahwa mie basah ini mengandung banyak air sehingga, akan lebih cepat mengalami kerusakan, oleh sebab itu banyak produsen yang mencampurkan bahan pengawet kedalamnya, seperti yang sering ditambahkan pada mie basah yaitu boraks. Dari hasil pengamatan, mie basah memiliki kandungan boraks yang tinggi sebab pada saat pengujian dengan ekstrak kunyit, ketika diteteskan, tanpa waktu yang lama mie menjadi berwarna merah hal ini menandakan pekatnya kandungan boraks pada mie basah, sehingga dari sana dapat diketahui bahwa mie basah yang biasa kita konsumsi pada berbagai masakan seperti campuran pada bakso ini sangat berbahaya untuk dikonsumsi. Akan sangat dimungkinkan mie basah ini mengandung bahan pengawet kimia, karena jika dilihat secara kasat mata, mie basah ini memiliki ciri ciri kenyal seperti karet, tahan lama dan warnanya mengkilap, sehingga akan sangat menarik konsumen.
Baso tahu atau siomay dari hasil pengamatan dapat terlihat adanya boraks, namun kandungan boraks pada siomay terdapat pada bagian siomaynya bukan pada tahu, sebab pada saat diberikan ekstrak kuning setelah ditunggu beberapa lama, muncul warna merah namun hanya pada siomaynya saja sementara pada tahu warna kunyitnya tetap. Padabaso tahu ini warna merah pada siomay tidak sepekat pada mie basah, hal ini karena kandungan boraks pada siomay tidak sebanyak pada mie basah, jika dibandingkan dengan indikator kunyit,warna merah yang timbul lebih muda dari warna indikator sehingga dapat disimpulkan bahwa kandungan boraks pada siomay kurang dari 20 %. Tetapi walaupun begitu kandungan boraks pada siomay akan berbahaya jika dikonsumsi.
Cilok,  makanan yang terbuat dari tepung tapioka ini sangat disukai oleh banyak orang terutama anak-anak, sekarang ini telah banyak bermunculan inovasi baru dari makanan cilok ini. Untuk mendapatkannya pun dapat dengan mudah, karena dipasaran sudah banyak dijual. Dari hasil pengamatan terhadap uji boraks dengan kunyit didapatkan hasil bahwa cilok ini positif mengandung boraks, namun kandungannya tidak begitu tinggi yaitu kurang dari 20 %. Penggunaan boraks pada cilok ini dimaksudkan agar cilok yang tidak habis dalam sehari akan tetap awet, karena jika tanpa pengawet cilok yang tidak habis dalam sehari akan muncul gejala-gejala kerusakan seperti bau asam, dan muncul lendir pada permukaannya sehingga apabila sudah muncul gejala tersebut cilok sudah tidak layak konsumsi. Sehingga yang paling aman apabila kita menginginkan makanan ini, sebaiknya kita membuat sendiri dirumah sehingga keamanannya terjamin.
Lontong dan lemper, merupakan makanan yang biasa menggantikan nasi ini ternyata dari hasil pengamatan terindikasi mengandung boraks, hal ini dapat dilihat pada permukaan lontong dan lemper yang diberi ekstrak kunyit menjadi kemerahan namun hanya seulas, namun hal ini tetap mengindikasikan adanya boraks pada lontong dan lemper namun memang konsentrasinya kecil. Para pedagang lontong dan lemper yang biasanya merupakan industri rumahan, menambahkan boraks agar membuat makanan ini tahan lama, karena jika kita membuat sendiri dirumah lontong dan lemper dalam satu dua hari saja akan mengalami perubahan fisik, seperti muncul lendir pada permukaan dan rasanya pun akan menjadi asam, sehingga lontong maupun lemper sudah tidak layak lagi untuk dikonsumsi.
Pada awalnya kami beranggapan bahwa bakso dan sosis mengandung boraks, sebab tidak sedikit sekarang ini agar mendapatkan bakso yang kenyal dan tahan lama, maka para pedagang menambahkan boraks pada makanannya. Namun ternyata setelah diuji, bakso dan sosis dengan merek yang sama aman dari kandungan boraks, namun demikian walaupun tidak memakai boraks namun produsen ini menambahkan bahan pengawet sintetis lain yang belum tentu aman dikonsumsi. Namun pada dasarnya pengawet buatan itu tidak baik digunakanan, sebaiknya dihindari.Lebih baik memakai pengawet alami seperti rempah yang mengandung anti mikroba yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme.
2.      UJI NYALA API
Uji boraks lainnya yaitu menggunakan uji nyala api, uji nyala api ini tidak seperti uji sederhana yang dapat digunakan oleh siapa saja, namun uji nyala api ini biasanya dilakukan oleh praktikan di dalam laboratorium sebab dalam praktek uji nyala ini harus menggunakan asam pekat yang berbahaya bagi tubuh sehingga penelitian ini harus dilakukan di dalam laminar air flow.
Sama halnya seperti pengujian sederhana menggunakan kunyit, uji nyala api ini bertujuan untuk menguji kandungan boraks pada beberapa makanan yang telah disebutkan pada tabel diatas. Uji nyala api ini dilakukan pertama kali dengan menimbang sampel sebanyak 5 gram dan dibakar hingga menjadi arang, kemudian dihaluskan, setelah itu diteteskan H2SO4 dan methanol ke dalam arang sampel yang telah halus, kami segara membakar uap sampel yang timbul karena dikhawatirkan uap dari larutan H2SO4 dan methanol ini terhirup oleh manusia. Kemudian diamati warna api yang timbul, jika warna api yang timbul hijau-biru itu menandakan bahwa sampel tersebut mengandung boraks.
Dari ke sepuluh sampel yang diteliti ternyata terdapat 2 sampel positif mengandung boraks diantaranya lemper dan mie basah, hasil pengamatan ini berbeda dengan pengamatan sebelumnya yang mana banyak sampel makanan yang diuji mengandung boraks. Kami beranggapan bahwa uji nyala api ini akan nampak pada sampel makanan yang kandungan boraksnya tinggi, sehingga pada sampel yang kandungan boraksnya rendah nyala api terkadang tidak terlihat, atau warna hijau-biru yang timbul hanya sebentar, sebaliknya semakin tinggi kandungan boraks pada makanan maka semakin lama api hijau menyala, sehingga dapat dikatakan 2 sampel ini memiliki kandungan boraks yang tinggi, namun disini kami mengadakan penelitian secara kualitatif artinya hanya data saja yang didapat, tetapi tidak lebih jauh untuk mengetahui berapa kandungan boraks yang ditambahkan.
Dari hasil penelitian, mie basah merupakan urutan pertama yang paling banyak menggunakan boraks, sebab kandungan boraksnya dapat di uji di kedua percobaan.
Penambahan boraks dapat terjadi karena ketidaktahuan pedagang pada dampak dan bahaya pada boraks, sehingga mereka menganggap bahwa itu hal yang biasa
B.     UJI FORMALIN
Formalin adalah larutan formaldehid dalam air dengan kadar 37% yang biasa di gunakan untuk mengawetkan sampel biologi atau mengawetkan mayat. Formalin merupakan bahan kimia yang disalahgunakan pada pengawetan tahu, mie basah, dan bakso. (Djoko, 2006).
Formalin  merupakan  bahan  kimia  yang  biasa  dipakai untuk membasmi bakteri atau berfungsi sebagai disinfektan. Zat ini termasuk dalam golongan kelompok desinfektan kuat, dapat membasmi  berbagai  jenis  bakteri  pembusuk,  penyakit, cendawan atau kapang, disamping itu juga dapat mengeraskan jaringan tubuh setiap  hari.  Kita  menghirup  formalin  dari  lingkungan  sekitar. Skala kecil, formaldehida sebutan lain untuk formalin secara alami ada di alam. Contohnya gas penyebab bau kentut atau telur busuk. Formalin di udara terbentuk dari pembakaran gas metana  dan  oksigen  yang  ada  di  atmosfer,  dengan  bantuan  sinar  matahari. Formalin  mudah  larut dalam air sampai kadar 55 %, sangat reaktif dalam suasana alkalis, serta  bersifat sebagai zat pereduksi  yang  kuat,  mudah  menguap  karena  titik  didihnya  rendah  yaitu -210C (Winarno, 2004).
Formalin saat ini sudah sangat umum digunakan, biasanya formalin ini digunakan pada barang atau mayat agar tahan lama dan tidak cepat rusak. Namun para produsen makanan tidak mengetahui jika formalin tidak tepat jika digunakan pada makanan karena akan sangat berbahaya bagi kesehatan karena formalin ini bersifat karsinogenik jika termakan akan menyebabkan resiko kanker. Walaupun sudah terdapat larangan terhadap penggunaan formalin pada makanan, tetapi formalin masih marak digunakan, karena penggunaan formalin ini dapat membuat makanan menjadi kenyal, dan tahan lama, selain itu tampilan pada makanan yang diberi formalin akan lebih menarik.
Analisis kualitatif formalin pada sampel makanan yang akan diuji menggunakan KMnO4, dengan cara memasukkan larutan KMnO4ke dalam cawan, dan sampel makanan halus dimasukkan juga ke dalam cawan hingga sampel benar-benar terendam, kemudian diamati selama 30 menit, jika warna violet memudar maka sampel terindikasi mengandung formalin.Sampel yang kami teliti pada praktikum kali ini yaitu otak-otak, cilok, lontong, lemper, mie basah, kwetiaw bakso, sosis, tahu dan siomay.Dari percobaan yang kami lakukan didapatkan hasil pengamatan seperti dibawah ini :

Uji formalin (+/-)
Ketr.
Otak-otak
+

Cilok
-

Lontong
+

Lemper
+

Mie basah
+

Kwetiaw
+

Bakso
-

Sosis
-

Tahu
+

Siomay
+


            Dari tabel diatas ternyata banyak sekali makanan yang mengandung formalin, hampir semua sampel menggunakan formalin, hal ini ditunjukan dengan memudarnya warna violet pada kalium permanganate, sehingga terindentifikasi bahwa sampel tersebut mengandung pengawet formalin.
Memang kandungan formalin ini sulit dideteksi di pasaran karena pengujiannya hanya dapat dilakukan di laboratorium melalui uji formalin, namun sekarang para konsumen harus semakin jeli dalam memilih makanan, karena saat ini semakin marak penjualan makanan yang menggunakan bahan kimia berbahaya.
Pada hakekatnya formalin memiliki fungsi yang sama dengan boraks, yaitu untuk bahan pengawet, dari tabel formalin ternyata dapat diketahui lontong, lemper, mie basah dan siomay selain menggunakan boraks ternyata juga mengandung formalin. Jelas makanan ini sangat berbahaya bagi konsumenkarena mengandung keduanya, sedangkan yang hanya mengandung formalin yaitu otak-otak-otak, kwetiaw, dan tahu.
Memang secara sekilas semua sampel yang terindikasi formalin tidak dapat dibedakan, namun kita sebagai konsumen harus teliti dalam memilih makanan seperti pada tahu yang terindikasi formalin terdapat keanehan dari tahu alami, karena pada umumnya tektur tahu begitu rapuh apabila ditekan, namun ini harus beberapa kali tekan untuk menghancurkannya, selain itu kami juga mengadakan pengujian pada tahu dengan melemparnya ke lantai, ternyata tahu yang dilempar ke lantai memantul bukannya hancur, dan itu butuh beberapa kali lempar untuk benar-benar menghancurkannya. Jelas sekali bahwa kandungan formalin pada tahu ini sangat tinggi.
Otak-otak yang terindikasi mengandung formalin memiliki tekstur yang tidak biasa, memang otak otak ini pada dasarnya memiliki tektur kenyal karena terbuat dari tepung tapioka yang ditambah ikan, namun otak-otak yang dijadikan sampel ini memiliki tekstur yang sangat kenyal, sehingga tidak heran setelah dilakukan pengujian ternyata hasilnya positif. Penambahan formalin pada otak-otak sangat dimungkinkan karena ikan yang digunakan pada campuran bahan akan cepat mengalami kebusukan sehingga para oknum pedagang menambahkan boraks ke dalamnya. kemudian, setelah dicium aromanya sangat tidak sedap, kemungkinan oknum pedagang ini menambahkan ikan yang tidak segar bahkan busuk pada makanannya sehingga bau pada otak-otak seperti bau ikan busuk, sehingga tidak heran pedagang menambahkan formalin ke dalamnya agar penampilan dan tekstur pada otak-otak terlihat baik.
Penambahan boraks dan formalin ini makin marak digunakan, hal ini dikarenakan ketidak tahuan dari pihak produsen sendiri yang biasanya merupakan indutri rumahan, kemudian ketidak tahuan konsumen dalam memilih makanan yang sehat dan juga kurangnya pengawasan oleh pemerintah sehinga persebaran makanan ini sangat mudah, selain itu harganya yang murah jika dibandingkan dengan pengawet yang aman membuat oknum pedagang tergiur untuk memakainya.
C.    PENAMBAHAN (perendaman) berbagai jenis FOOD ADDITIVE
Pengertian bahan tambahan makanan (BTM) atau food additivemenurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No 722/Menkes/Per/IX/88 adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan bukan merupakan ingredient khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan dan dicampur sewaktu pengolahan makanan untuk menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas dan meningkatkan mutu makanan tersebut (Effendi, 2012).
Bahan tambahan makanan ini sudah sering kita temukan di kehidupan sehari-hari, seperti penambahan garam dan gula pada makanan, itu merupakan salah satu contoh zat aditif dalam konteks yang sederhana. Bahan tambahan makanan yang biasa digunakan adalah pewarna, pengawet, pengemulsi, pemanis dan penyedap rasa. Zat aditif ini dapat memperbaiki mutu sensori bahan dan ada juga yang dapat mempertahankan gizi makanan, seperti pada industri besar biasanya ditambahkan zat aditif untuk mempertahankan gizi yang mungkin rusak pada saat pengolahan.
Zat aditif ini ada yang alami, ada juga yang sintetis dari zat-zat kimia. Namun pada umumnya yang ditambahkan pada industri besar adalah zat aditif sintesis, sehingga apabila dikonsumsi terlalu berlebihan akan mengganggu kesehatan, dan apabila mengkonsumsi terlalu sering akan mengakibatkan efek samping jangka panjang. Tetapi, hal ini dapat ditanggulangi dengan pemakaian zat aditif dengan semestinya dan sesuai dengan prosedur penggunaan.
Di Indonesia sendiri yang menjadi kekhawatiran masyarakat adalah penggunaan zat aditif yang berbahaya, seperti pewarna tekstil pada makanan dan formalin serta boraks yang dijadikan pengawet makanan. Namun tidak selamanya zat aditif itu berbahaya karena ada juga zat aditif yang ditambahkan pada makanan guna memperbaiki gizi makanan, penampilan, bentuk maupun rasa.
Dari pernyataan diatas kami bermaksud mengadakan penelitian mengenai zat aditif, yang mana kesemua sampel aditif merupakan zat yang masih aman dikonsumsi dalam jumlah tertentu seperti yang akan kita gunakan pada praktikum kali ini yaitu NaCl 3%, Na. Metabisulfit 0,3%, dan Asam sitrat 3%. Prartikum ini dilakukan dengan cara perendaman dengan zat-zat aditif diatas, tujuannya agar dapat mengetahui pengaruh perendaman dalam berbagai jenis food aditif terhadap karakteristik sensori bahan pangan dan mekanismenya.
Yang pertama harus dilakukan adalah dengan membuat larutan aditif yang telah disebutkan diatas, kemudian mengupas dan memotong apel dan kentang kedalam bentuk irisan, setelah itu apel dan kentang di rendam di dalam masing-masing larutan selama 15 menit dan diamati apa yang terjadi, kemudian apel dan wortel digoreng selama ±5 menit sampai warna nya kecoklatan, dan diamati kembali perubahan yang terjadi.
Dari hasil pengamatan ternyata setiap perlakuan perendaman menimbulkan hasil akhir yang berbeda, pada buah apel yang telah dipotong namun tidak dilakukan perendaaman, warna apel menjadi coklat akibat adanya browni, dari apel ini yang kemudian menjadi indikator untuk menentukan tektur dan warna pada apel yang dilakukan perendaman.
Aquades.Setelah dilakukan perendaman, apel yang direndam oleh aquades teksturnya menjadi lebih lembek daripada apel tanpa perlakuan dan warnanya masih tetap yaitu putih kekuningan. Kemudian setelah dilakukan penggorengan, tekstur apel mejadi lembek dan empuk dan warnanya pun menjadi putih kecoklatan, aroma yang timbul yaitu bau khas apel goreng dan rasa masih terasa rasa asam pada apel.
NaCl. Begitupunperendaman dengan NaCl sifarnya sama dengan perendaman pada aquades. Namun setelah digoreng tektur apel menjadi renyah, karena kami mengiris apel terlalu tipis sehingga mudah untuk kering dan dari rasanya pun apel ini menjadi asin/gurih karena pengaruh NaCl. NaCl ini menyerap pada pori-pori apel dan kentang, atau sering disebut osmosis atau perpindahan zat dari yang berkonsentrasi tinggi dari larutan NaCl  kedalam kentang yang berkonsentrasi rendah.
Na. Metabisulfit. Sementara pada apel dan kentang yang direndam dengan Na. Metabisulfit teksturnya menjadi lebih keras dari apel dan kentang tanpa perlakuan dan warnanya pun menjadi lebih putih, hal ini dikarenakan Na. Metabisulfit dapat mencegah pencoklatan pada apel dan kentang, sehingga warnanya masih putih seperti baru dikupas.
Sementara pada apel dan kentang yang telah dilakukan penggorengan teksturnya menjadi lebih renyah dan berwarna kuning kecoklatan, namun rasanya tidak begitu sedap karena apel yang direndam oleh Na. Metabisulfit rasanya menjadi asam sepat, sehingga tidak cocok untuk dikonsumsi, namun penggunaan Na. Metabisulfit ini dapat dilakukan pada pembuatan keripik agar hasil akhirnya baik, yang harus diperhatian disini setelah direndam dengan Na. Metabisulfit, bahan pangan harus dicuci kembali agar rasa yang timbul tidak terlalu buruk.
Asam sitrat. Asamsitrat yang mengalami perubahan yang sama dengan apel dan kentang yang direndam dengan Na. Metabisulfit. Teksturnya menjadi lebih keras dan warnanya menjadi lebih putih
Setelah dilakukan penggorengan tekture apel dan kentang menjadi embek dan empuk, kemudian warna nya menjadi coklat kekuningan dan rasanya menjadi sangat asam, terutama pada apel yang memang memiliki rasa asam bawaan

DAFTAR PUSTAKA
 
Djoko. 2006. Ipa terpadu. Grafindo media pratama.
Permenkes RI No 722/Menkes/Per/IX/88, Departemen Kesehatan R.I.,1988.
Ra’ike. 2007.  Borax-Struktur. http://commons.wikimedia.org/wiki/File:Borax-Struktur.jpg. [16 Maret 2016]
Winarno, FG. 2004. Keamanan Pangan 2. M Brio Press. Bogor

Tidak ada komentar:

Posting Komentar