PEMBAHASAN
Suhu tinggi tidak hanya diterapkan
pada makanan saat pengolahan pangan saja seperti memasak, menggoreng, membakar
guna membuat makanan menjadi lunak dan enak dimakan, namun suhu tinggi juga
dapat diterapkan pada pengawetan makanan karena panas akan dapat mematikan
sebagian dari mikroroganisme yang dapat menyebabkan kerusakan pangan dan
berbahaya bagi kesehatan, panas juga dapat menghambat kerja enzim, serta
membuat makanan lebih aman. Pengolahan dengan suhu panas biasanya dilakukan
dengan cara blansing, sterilisasi dan pasteurisasi.
Selain untuk melunakan makanan
pengolahan pada suhu tinggi juga dapat memperbaiki mutu sensori seperti warna, tekstur
dan kenampakannya. Dalam proses pemanasan harus diperhatikan suhu dan waktu,
karena jika proses pemanasan dilakukan secara berlebihan maka akan menyebabkan
kerusakan komponen gizi dan penurunan mutu sensori seperti warna, tekstur dan
kenampakan.
A.
Blansing
Seperti yang akan kita lakukan pada
praktikum kali ini yaitu mengenai proses pemanasan blansing dan pasteurisasi. Praktikum
ini dilakukan dengan tujuan untuk memahami mekanisme blansing pada bahan pangan
kemudian dapat mengidentifikasi dan memahami pengaruh blansing
pada karakteristik bahan
pangan dan untuk memahami
faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam blansing. Bahan yang digunakan pada
praktikum ini yaitu wortel dan buah apel, yang mana keduanya memperoleh
perlakuan yang sama yaitu blansing yang terdiri dari steaming dan boiling.
Umumnya sayur dan buah memperoleh
perlakuan blansing. Blansing merupakan proses pemanasan dibawah titik didih.
Waktu blansing sangat penting untuk diperhatikan sesuai jenis sayur dan
ukurannya, sayuran dan buah yang terlalu lama di blansing akan menyebabkan
hilangnya aroma, rasa, warna dan nilai gizi didalamnya.
Buah dan sayur segar memiliki enzim
yang sering mengganggu pada saat penyimpanan produk. Selama peyimpanan produk
sayur dan buah enzim akan menurunkan mutu sensori dan gizi produk. Dengan
adanya proses blansing yang dilanjutkan dengan proses pasteurisasi atau pendinginan
maka enzim akan inaktif dan tidak akan mempengaruhi pada proses penyimpanan
Pada praktikum waktu yang
dibutuhkan untuk blansing cara boiling sebelum dilakukan penyimpanan pada suhu
rendah bagi wortel yang berukuran kecil cukup memboiling wortel dan apel tersebut selama 5
menit, sedangkan wortel dan apel dengan perlakuan steaming atau pengukusan
dilakukan selama 10 menit.
Pada umumnya blansir dilakukan
sebelum kepada langkah selanjutnya seperti sebelum pengalengan atau sebelum
didinginkan. Sehingga mempermudah proses selanjutnya. Alat yang digunakan dalam
praktikum blansing kali ini yaitu menggunakan penangas air.
Dari hasil pengamatan terlihat
bahwa wortel dan apel A, B mengalami penyusutan bobot setelah dilakukan
steaming pada wortel dan apel A dan perlakuan boiling pada wortel dan apel B,
sementara dari keduanya yang paling signifikan terjadinya penyusutan yaitu pada
buah apel, ini dikarenakan kandungan air pada buah lebih banyak dibanding pada
sayur sehingga air yang hilang pada saat proses blansing lebih banyak pada
apel. Sehingga disini dapat dikatakan bahwa blansing pada sayur lebih lama dari
pada buah. Sementara buah memerlukan waktu yang relatif singkat dalam penanganan
blansing, atau bahkan buah-buahan lebih baik dimakan segar untuk memperoleh
manfaat yang maksimal.
Sementara berat dari wortel dan
apel yang tidak dilakukan blansing beratnya tetap, meski wortel tersebut
dimasukan ke dalam kulkas, namun disana terlihat apel tanpa blansing yang
dimasukan ke dalam kulkas terjadi sedikit penyusutan ukuran.
Sedangkan dari segi aroma, wortel
dan apel yang mengalami blansing tidak tercium bau khas dari masing-masing
bahan, justru keduanya tidak tercium bau apapun, sementara bahan yang tidak
dilakukan blansing masih tercium bau khas dari masing-masing komoditi. Kemudian
dari teksturnya bahan yang mengalami blansing memiliki teksture yang lembek,
dan yang tanpa blansing teksturnya masih sama.
Dari warna seperti yang telah disebutkan
diatas, bahwa dengan blansing dapat memperbaiki mutu sensori seperti warna,
karena dalam hal ini wortel yang mengalami steaming maupun boiling menjadi berwarna
oranye yang lebih mencolok dan cerah.
B.
Pasteurisasi
Menurut Effendi (2012) pateurisasi adalah
sebuah proses pemanasan makanan dibawah suhu didih dengan tujuan hanya membunuh
bakteri patogen, sedangkan sporanya masih dapat hidup. Pasteurisasi tidak
dimaksudkan untuk membunuh seluruh mikroorganisme di makanan. Pasteurisasi
bertujuan untuk mencapai “pengurangan log” dalam jumlah organisme, mengurangi
jumlah mikroorganisme sehingga tidak lagi bisa menyebabkan penyakit dengan
syarat produk yang telah dipasteurisasi didinginkan dan digunakan sebelum tanggal kadaluwarsa.
Pasteurisasi merupakan pemanasan yang
lebih ringan dari sterilisasi sebab dalam hal ini yang digunakan dalam
praktikum yaitu produk susu, sehingga kami lebih memilih cara pasteurisasi
karena langkah ini merupakan penanganan yang paling tepat untuk susu. Disini
jelas bahwa susu tidak cocok diperlakukan
dengan
sterilisasi, karena sifatnya yang mensterilkan, sedangkan didalam susu masih
terdapat bakteri baik yang akan ikut mati, sehingga apabila kita menggunakan
sterilisasi untuk susu maka kita meminum susu yang rusak, dan tidak ada lagi
manfaatnya.
Sebenarnya pasteurisasi dapat dilakukan
dengan 3 cara (Effendi, 2012) yaitu :
a. Pasteurisasi
lama atau dikenal low temperature long
time yaitu pemanasan dilakukan pada suhu yang tidak begitu tinggi dengan
waktu yang relatif lama.
b. Pateurisasi
singkat atau high temperatur short time
yaitu pemanasan dilakukan pada suhu yang tinggi dengan waktu yang relative
singkat.
c. Pasteurisasi
dengan Ultra High Temperature atau UHT, yaitu pemanasan dengan suhu tinggi yang
segera didinginkan pada suhu 10°C dan merupakan suhu normal untuk pertumbuhan
bakteri susu.
Perlakuan panas yang juga dilakukan pada
praktikum ini yaitu pasteurisasi, hal ini dilakukan untuk memahami mekanisme pasteurisasi dan dapat melakukan
pasteurisasi secara HTST dan
LTLT, dapat mengidentifikasi dan
memahami pengaruh pasteurisasi pada karakteristik bahan
pangan dan untuk memahami faktor‐faktor
yang perlu diperhatikan
dalam pasteurisasi.
Dalam praktikum kita kali ini hanya
melakukan pasteurisasi jenis LTLT, dengan suhu yang digunakan adalah 60°C
selama 30 menit memakai hot plate, usahakan agar suhu tetap stabil selama 30
menit. Setiap botol susu memiliki perlakuan yang berbeda. Dari hasil pengamatan
diperoleh bahwa susu A yang tidak dipasteurisasi namun disimpan didalam kulkas
kenampakannya terdapat gumapalan-gumapalan lemak kecil dan baunya lebih asam,
sedangkan susu B1 merupakan susu pasteurisasi namun disimpan di suhu ruang
setelah 7 hari, dari kenampakannya sudah pasti itu tidak dapat dikonsumsi sebab
dari teksturnya menjadi bergumpal padat dan baunya sangat tidak sedap.
Sementara susu pasteurisasi yang disimpan dikulkas keadaannya masih baik dan
segar, dari baunya pun masih tercium khas susu.
Sehingga dari hasil pengamatan di atas
dapat disimpulkan bahwa susu yang baik adalah susu yang mengalami pasteurisasi
terlebih dahulu, tetapi setelah pasteurisasi tersebut harus diikuti dengan
penyimpanan yang baik, yaitu di suhu dingin sehingga daya simpannya lebih lama.
Sementara yang disimpan di suhu ruang dalam 1-2 hari susu akan mengalami
pembusukan.
Dari pembahsan di atas dapat dijelaskan
bahwa pasterisasi dapat mempertahankan nutrisi dan karakteristik sensori bahan,
tetapi pasteurisasi ini hanya dapat mempertahankan umur simpan susu dalam
beberapa hari saja.
KESIMPULAN
·
Suhu tinggi
dapat digunakan untuk pengolahan pangan, pengawetan dan memperbaiki mutu
sensori seperti warna, tekstur dan kenampakan juga
memudahkan dalam proses selanjutnya.
·
Blansing merupakan
proses pemanasan dibawah titik didih.
Blansing terdiri dari steaming dan boiling.
Sedangkan pasteurisasi adalah pemanasan di bawah suhu didih untuk membunuh
bakteri patogen, sementara sporanya masih hidup, jadi pasteurisasi hanya akan
menghambat pertumbuhan mikroorganisme.
·
Dengan blansing bahan
pangan akan kehilangan aroma, namun daya tahannya lebih lama dan mutunya masih
baik. Sementara perlakuan pada susu yang paling baik adalah susu pasteurisasi
yang di simpan di lemari es. Itu pun akan tahan 2-4 hari jika kemasan sudah di
buka.
DAFTAR
PUSTAKA
Effendi Supli. H. M. (2012). Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Pangan.
Alfabeta : Bandung.
Makasih infonya..bermanfaat sekali☺
BalasHapusagrin pisan yaa anaknya teh hehhe
BalasHapuswey bisa jadiin referensi nih :v
BalasHapuskan judulnya daily of agrin, jadi yaa... beginilah agrin :D
BalasHapus