Minggu, 08 Mei 2016

Blansing & Pasteurisasi




PEMBAHASAN
Suhu tinggi tidak hanya diterapkan pada makanan saat pengolahan pangan saja seperti memasak, menggoreng, membakar guna membuat makanan menjadi lunak dan enak dimakan, namun suhu tinggi juga dapat diterapkan pada pengawetan makanan karena panas akan dapat mematikan sebagian dari mikroroganisme yang dapat menyebabkan kerusakan pangan dan berbahaya bagi kesehatan, panas juga dapat menghambat kerja enzim, serta membuat makanan lebih aman. Pengolahan dengan suhu panas biasanya dilakukan dengan cara blansing, sterilisasi dan pasteurisasi.
Selain untuk melunakan makanan pengolahan pada suhu tinggi juga dapat memperbaiki mutu sensori seperti warna, tekstur dan kenampakannya. Dalam proses pemanasan harus diperhatikan suhu dan waktu, karena jika proses pemanasan dilakukan secara berlebihan maka akan menyebabkan kerusakan komponen gizi dan penurunan mutu sensori seperti warna, tekstur dan kenampakan.
A.    Blansing
Seperti yang akan kita lakukan pada praktikum kali ini yaitu mengenai proses pemanasan blansing dan pasteurisasi. Praktikum ini dilakukan dengan tujuan untuk memahami mekanisme blansing pada bahan pangan kemudian dapat mengidentifikasi dan memahami pengaruh blansing pada karakteristik bahan pangan dan untuk memahami faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam blansing. Bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu wortel dan buah apel, yang mana keduanya memperoleh perlakuan yang sama yaitu blansing yang terdiri dari steaming dan boiling.
Umumnya sayur dan buah memperoleh perlakuan blansing. Blansing merupakan proses pemanasan dibawah titik didih. Waktu blansing sangat penting untuk diperhatikan sesuai jenis sayur dan ukurannya, sayuran dan buah yang terlalu lama di blansing akan menyebabkan hilangnya aroma, rasa, warna dan nilai gizi didalamnya.
Buah dan sayur segar memiliki enzim yang sering mengganggu pada saat penyimpanan produk. Selama peyimpanan produk sayur dan buah enzim akan menurunkan mutu sensori dan gizi produk. Dengan adanya proses blansing yang dilanjutkan dengan proses pasteurisasi atau pendinginan maka enzim akan inaktif dan tidak akan mempengaruhi pada proses penyimpanan
Pada praktikum waktu yang dibutuhkan untuk blansing cara boiling sebelum dilakukan penyimpanan pada suhu rendah bagi wortel yang berukuran kecil cukup memboiling wortel dan apel tersebut selama 5 menit, sedangkan wortel dan apel dengan perlakuan steaming atau pengukusan dilakukan selama 10 menit.
Pada umumnya blansir dilakukan sebelum kepada langkah selanjutnya seperti sebelum pengalengan atau sebelum didinginkan. Sehingga mempermudah proses selanjutnya. Alat yang digunakan dalam praktikum blansing kali ini yaitu menggunakan penangas air.
Dari hasil pengamatan terlihat bahwa wortel dan apel A, B mengalami penyusutan bobot setelah dilakukan steaming pada wortel dan apel A dan perlakuan boiling pada wortel dan apel B, sementara dari keduanya yang paling signifikan terjadinya penyusutan yaitu pada buah apel, ini dikarenakan kandungan air pada buah lebih banyak dibanding pada sayur sehingga air yang hilang pada saat proses blansing lebih banyak pada apel. Sehingga disini dapat dikatakan bahwa blansing pada sayur lebih lama dari pada buah. Sementara buah memerlukan waktu yang relatif singkat dalam penanganan blansing, atau bahkan buah-buahan lebih baik dimakan segar untuk memperoleh manfaat yang maksimal.
Sementara berat dari wortel dan apel yang tidak dilakukan blansing beratnya tetap, meski wortel tersebut dimasukan ke dalam kulkas, namun disana terlihat apel tanpa blansing yang dimasukan ke dalam kulkas terjadi sedikit penyusutan ukuran.
Sedangkan dari segi aroma, wortel dan apel yang mengalami blansing tidak tercium bau khas dari masing-masing bahan, justru keduanya tidak tercium bau apapun, sementara bahan yang tidak dilakukan blansing masih tercium bau khas dari masing-masing komoditi. Kemudian dari teksturnya bahan yang mengalami blansing memiliki teksture yang lembek, dan yang tanpa blansing teksturnya masih sama.
Dari warna seperti yang telah disebutkan diatas, bahwa dengan blansing dapat memperbaiki mutu sensori seperti warna, karena dalam hal ini wortel yang mengalami steaming maupun boiling menjadi berwarna oranye yang lebih mencolok dan cerah.
B.     Pasteurisasi
Menurut Effendi (2012) pateurisasi adalah sebuah proses pemanasan makanan dibawah suhu didih dengan tujuan hanya membunuh bakteri patogen, sedangkan sporanya masih dapat hidup. Pasteurisasi tidak dimaksudkan untuk membunuh seluruh mikroorganisme di makanan. Pasteurisasi bertujuan untuk mencapai “pengurangan log” dalam jumlah organisme, mengurangi jumlah mikroorganisme sehingga tidak lagi bisa menyebabkan penyakit dengan syarat produk yang telah dipasteurisasi didinginkan dan digunakan sebelum tanggal kadaluwarsa.
Pasteurisasi merupakan pemanasan yang lebih ringan dari sterilisasi sebab dalam hal ini yang digunakan dalam praktikum yaitu produk susu, sehingga kami lebih memilih cara pasteurisasi karena langkah ini merupakan penanganan yang paling tepat untuk susu. Disini jelas bahwa susu tidak cocok diperlakukan dengan sterilisasi, karena sifatnya yang mensterilkan, sedangkan didalam susu masih terdapat bakteri baik yang akan ikut mati, sehingga apabila kita menggunakan sterilisasi untuk susu maka kita meminum susu yang rusak, dan tidak ada lagi manfaatnya.
Sebenarnya pasteurisasi dapat dilakukan dengan 3 cara (Effendi, 2012) yaitu :
a.       Pasteurisasi lama atau dikenal low temperature long time yaitu pemanasan dilakukan pada suhu yang tidak begitu tinggi dengan waktu yang relatif lama.
b.      Pateurisasi singkat atau high temperatur short time yaitu pemanasan dilakukan pada suhu yang tinggi dengan waktu yang relative singkat.
c.       Pasteurisasi dengan Ultra High Temperature atau UHT, yaitu pemanasan dengan suhu tinggi yang segera didinginkan pada suhu 10°C dan merupakan suhu normal untuk pertumbuhan bakteri susu.
Perlakuan panas yang juga dilakukan pada praktikum ini yaitu pasteurisasi, hal ini dilakukan untuk memahami mekanisme pasteurisasi dan dapat melakukan pasteurisasi secara HTST dan LTLT, dapat mengidentifikasi dan memahami pengaruh pasteurisasi pada karakteristik bahan pangan dan untuk memahami faktorfaktor yang perlu diperhatikan dalam pasteurisasi.
Dalam praktikum kita kali ini hanya melakukan pasteurisasi jenis LTLT, dengan suhu yang digunakan adalah 60°C selama 30 menit memakai hot plate, usahakan agar suhu tetap stabil selama 30 menit. Setiap botol susu memiliki perlakuan yang berbeda. Dari hasil pengamatan diperoleh bahwa susu A yang tidak dipasteurisasi namun disimpan didalam kulkas kenampakannya terdapat gumapalan-gumapalan lemak kecil dan baunya lebih asam, sedangkan susu B1 merupakan susu pasteurisasi namun disimpan di suhu ruang setelah 7 hari, dari kenampakannya sudah pasti itu tidak dapat dikonsumsi sebab dari teksturnya menjadi bergumpal padat dan baunya sangat tidak sedap. Sementara susu pasteurisasi yang disimpan dikulkas keadaannya masih baik dan segar, dari baunya pun masih tercium khas susu.
Sehingga dari hasil pengamatan di atas dapat disimpulkan bahwa susu yang baik adalah susu yang mengalami pasteurisasi terlebih dahulu, tetapi setelah pasteurisasi tersebut harus diikuti dengan penyimpanan yang baik, yaitu di suhu dingin sehingga daya simpannya lebih lama. Sementara yang disimpan di suhu ruang dalam 1-2 hari susu akan mengalami pembusukan.
Dari pembahsan di atas dapat dijelaskan bahwa pasterisasi dapat mempertahankan nutrisi dan karakteristik sensori bahan, tetapi pasteurisasi ini hanya dapat mempertahankan umur simpan susu dalam beberapa hari saja.

KESIMPULAN
·         Suhu tinggi dapat digunakan untuk pengolahan pangan, pengawetan dan memperbaiki mutu sensori seperti warna, tekstur dan kenampakan juga memudahkan dalam proses selanjutnya.
·         Blansing merupakan proses pemanasan dibawah titik didih. Blansing terdiri dari steaming dan boiling. Sedangkan pasteurisasi adalah pemanasan di bawah suhu didih untuk membunuh bakteri patogen, sementara sporanya masih hidup, jadi pasteurisasi hanya akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme.
·         Dengan blansing bahan pangan akan kehilangan aroma, namun daya tahannya lebih lama dan mutunya masih baik. Sementara perlakuan pada susu yang paling baik adalah susu pasteurisasi yang di simpan di lemari es. Itu pun akan tahan 2-4 hari jika kemasan sudah di buka.

DAFTAR PUSTAKA
Effendi Supli. H. M. (2012). Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Pangan. Alfabeta : Bandung.

4 komentar: