Pembuatan Roti & Yoghurt
A. Roti
A. Roti
Roti adalah produk makanan yang terbuat dari
fermentasi tepung terigu dengan ragi atau bahan pengembang lain, kemudian
dipanggang. Roti beranekaragam jenisnya. Adapun penggolongannya berdasarkan
rasa, warna, nama daerah atau negara asal, nama bahan penyusun, dan cara
pengembangan (Mudjajanto dkk, 2004).
Menurut SNI 1995, definisi roti adalah produk yang
diperoleh dari adonan tepung terigu yang diragikan dengan ragi roti dan
dipanggang, dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan
makanan yang diizinkan. Jenis roti yang beredar saat ini sangat beragam dan
secara umum roti biasanya dibedakan menjadi roti tawar dan roti manis atau roti
isi (501/IV.2.06/HK/08/1995).
Roti merupakan produk pangan sumber karbohidrat yang
banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Meskipun makanan pokok masyarakat
Indonesia adalha nasi, namun roti juga cukup digemari. Pada praktikum kali ini
roti dibuat dengan menggunakan bahan-bahan seperti terigu dan bahan tambahan lainnya.
Berikut ini merupakan bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan roti:
1.
Terigu
Tepung
merupakan bahan baku utama roti. Tepung yang biasa digunakan untuk roti adalah tepung gandum, jagung, dan havermouth.
Pada tepung terigu terkandung glutein didalamnya. Glutein inilah yang dapat
membuat roti mengembang selama proses pembuatan. Jaringan sel-sel ini juga
cukup kuat untuk menahan gas yang dibuat oleh ragi sehingga adonan tidak
mengempis kembali (Sufi, 1999).
Widyaningsih
dan Murtini (2006) menyatakan bahwa tepung terigu yang digunakan sebaiknya yang
mengandung glutein 8 – 12%. Glutein adalah protein yang terdapat pada terigu.
Glutein bersifat elastis sehingga akan mempengaruhi sifat elastisitas dan
tekstur roti yang dihasilkan.
Pada
pembuatan roti ini kami menggunakan terigu hard
flour. Terigu hard flour adalah
terigu dengan kansungan protein tinggi yaitu sekitar 14%. Kandungan utama
protein pada tepung terigu adalah gluten. Gluten bermanfaat untuk mengembangkan
udara yang masuk ke dalam adonan ketika proses mixing dan gas yang dihasilkan
radi ketoka fermentasi.
2.
Ragi
Yeast
adalah mikroorganisme dari jenis Saccharomyces cerevisiae. Menurut
Sulistyo (1999) fungsi yeast dalam pembuatan roti tawar adalah :
a. Menghasilkan
gas dalam adonan dengan mengubah gula menjadi gas karbondioksida
b. Mematangkan
dan melunakkan gluten dalam adonan sehingga gluten dapat menahan pengembangan
gas dengan rata
c. Berperan
dalam menciptakan cita rasa dalam roti tawar
Ragi yang akan
digunakan dalam pembuatan roti harus ragi yang berkualitas baik dan belum
terlalu lama umurnya. Karena kualitas ragi sangat mempengaruhi hasil dari
fermentasi roti sendiri. Ragi yang tidak berkualitas baik akan menyebabkan roti
tidak mengembang dengan baik pada proses fermentasi. Sehingga roti yang
dihasilkan menjadi bantet.
3.
Telur
Fungsi
telur dalam formula roti digunakan sebagai pengembang adonan, meningkatkan
keempukan roti dan membentuk warna roti dan juga untuk memperkaya kandungan
gizi dalam roti. Albumin dalam telur dihasilkan oleh kuning telur. Karena
albumin dalam adonan roti berfungsi untuk mencegah kristalisasi gula dan
penguapan air yang berlebih selama pengadukan. Sehingga akan memberikan tekstur
halus pada adonan (Kent, 1966).
4.
Mentega/Shortening
Menurut
Winarno (1989), mentega/shortening adalah lemak padat yang mempunyai
sifat plastis dan kestabilan tertentu. Mentega/shrtening diperoleh
dari pencampuran dua atau lebih lemak, atau dengan cara hidrogenasi. Lemak
adalah bahan-bahan yang tidak larut dalam air yang berasal dari tumbuh-tumbuhan
dan hewan (Buckle, 1987).
Mentega/shortening berfungsi
sebagai pelumas untuk memperbaiki remah roti, memperbaiki sifat pemotongan
roti, memberikan kulit roti lebih lunak, dan dapat mencegah air masuk ke dalam
bahan sehingga shelf life lebih lama. Selain itu lemak juga bergizi,
memberikan rasa lezat, mengempukkan, dan membantu pengembangan susunan fisik
roti (Mudjajanto dkk, 2004).
5.
Gula
Jenis gula yang biasa digunakan adalah
gula tebu atau sukrosa yang digunakan sebagai pemanis. Ragi memerlukan gula
dalam proses fermentasi. Gula yang tersisa selama proses fermentasi disebut
sisa gula. Sisa gula dan garam akan mempengaruhi pembentukan warna coklat pada
kulit roti dan pembentukan rasa. Pada umumnya gula dipakai untuk memberikan
rasa manis pada produk, namun mempengaruhi tekstur dan kenampakan (Sulistyo,
1999).
Penambahan gula berfungsi sebagai
penambah rasa pada roti. Namun penambahan gula tidak boleh terlalu banyak.
Karena hal tersebut akan mempengaruhi karakteristik roti terutama browning.
Penambahan gula harus seuai yaitu sekitar 5%.
6.
Garam
Garam berperan dalam
menstabilkan kekokohan gluten sehingga adonan tidak mudah turun (Sutomo, 2008).
Penambahan garam dalam adonan roti yaitu 1%, tidak boleh terlalu banyak karena
jika terlalu banyak ditambahkan garam akan menyebabkan fermentasi terhambat.
Selain itu garam juga berfungs sebagai penyeimbang rasa manis dari gula.
7.
Susu
Penggunaan
susu juga berfungsi untuk memperkuat gluten, memperbaiki serat roti, menambah
daya serap air dan juga memberikan rasa dan aroma pada roti. (Sultan, 1987).
8.
Air
Menurut
U.S. Wheat Associates (1983), dalam pembuatan roti, air mempunyai banyak
fungsi. Air memungkinkan terbentukna gluten, berperan mengontrol kepadatan
adonan, melarutkan garam, menaham dan menyebarkan bahan-bahan bukan tepung
secara seragam, membasahi dan mengembangkan pati serta menjadikannya dapat
dicerna. Air juga memungkinkan terjadinya kegiatan enzim.
Air
adalah bahan yang terpenting dalam proses pembuatan roti, air juga merupakan
komponen penting dalam bahan makanan karena air mempengaruhi penampilan
tekstur, cita rasa makanan (Winarno, 1989). Fungsi air dalam pembuatan roti
adalah mengikat protein membentuk gluten dan mengikat pati akan membentuk
gelatin dengan adanya panas. Air juga berfungsi sebagai pelarut dari
bahan-bahan lainnya seperti garam, gula, susu serta berfungsi sebagai
pengontrol waktu fermentasi.
Penambahan
air sesuai dengan prosedur yatu 65%, namun dalam penambahan air sebaiknya
dilakukan sedikit demi sedikit. Hal tersebut bertujuan agar adonan tidak
terlalu encer. Dengan penambahan air secara teratur tersebut akan menghasilkan
adonan yang kalis.
Adapun prosedur dalam
pembuatan roti akan digambarkan melalui diagram prosedur kerja berikut ini:
![]() |
|||||||
![]() |
|||||||
![]() |
|||||||
![]() |
Pada saat fermentasi berlangsung, selain suhu
pembuatan roti sangat dipengaruhi oleh kelembaban udara. Suhu ruangan 35oC
dan kelembaban udara 75% merupakan kondisi yang ideal dalam proses fermentasi
adonan roti. Semakin panas suhu ruangan, semakin cepat proses fermentasi dalam
adonan roti. Sebaliknya, semakin dingin suhu ruangan semakin lama proses
fermentasinya (Mudjajanto dkk, 2004).
Enzim ß-amilase secara normal terdapat 13 dalam
terigu membantu pemecahan pati menjadi maltosa, senyawa yang akan digunakan
oleh ragi untuk membentuk gas karbon dioksida dan etanol (Winarno, 1989).
Fermentasi merupakan proses yang penting dalam pembuatan roti, karena
mengembang tidaknya roti dipengaruhi oleh proses fermentasi roti itu sendiri.
Hasil pengamatan roti
pada praktikum ini didasarkan ada karakteristik sensori. Adapun hasil
pengamatan tersebut yaitu:
1. Warna
Roti yang kami amati memiliki krem
dan pada bagian atas serta bawah berwarna coklat. Warna coklat tersebut
merupakan browning yang dipengaruhi oleh gula yang ditambahnkan pada roti.
2. Tekstur
Tekstur roti bagian luar cukup
keras, namun pada bagian dalam teksturnya empuk cenderung bantet. Hal tersebut
disebabkan oleh proses fermentasi yang tidak sempurna sehingga menghasilkan
roti yang dantet.
3. Aroma
Roti yang kami amati memiliki aroma
khas roti seperti roti-roti pada umunya.
4. Rasa
Rasa roti bisa dibilang enak,
dengan rasa manis dan gurih yang seimbang. Walaupun roti ini memiliki tekstur
yang bantet, namun dari segi rasa memiliki yang yang cukup enak.
5. Kenampakan
Kenampakan roti sedikit kasar pada
bagian luar, ini diseabbkan oleh remah roti yang tidak terbentuk dengan
sempurna.
6. Tinggi
Roti
Tinggi roti sebelum inkubasi dan setelah
inkubasi maupun setelah pemanggangan tidak mengalami perubahan yang signifikan.
Sampel roti kelompok 6 misalnya, sebelum
inkubasi tingginya 2 cm, setelah inkubasi naik menjadi 2,5 cm dan setelah
dipangga naik menjadi 3cm. Rata-rata kenaikan tinggi roti tersebut hanya 0,5
cm. Hal tersebut lagi-lagi disebabkan oleh proses fermentasi yang tindak
sempurna. Proses fermentasi yang tidak sempurna ini disebabkan oleh ragi yang
digunakan, ragi yang digunakan umurnya sudah lama sehingga saat digunakan hasilnya
tidak optimal.
B.
Yoghurt
Susu didefinisikan
sebagi sekresi normal kelenjar mamari atau ambing mamalia, atau cairan yang
diperoleh dari pemerahan ambing sapi sehat tanpa dikurangi atau ditambah
sesuatu. Dari aspek kimia susu yaitu emulsi lemak di dalam latutan air dari
guladan garam-garam mineraldengan protein dalam keadaan koloid (Bonita
Anjarsani, 2010).
Salah satu pangan olahan susu adalah
yogurt. Yoghurt adalah bahan makanan yang berasal
dari susu sapi, yang merupakan hasil pemeraman susu dalam bentuk mirip bubur
atau es krim yang mempunyai rasa agak asam sebagai hasil fermentasi oleh
bakteri-bakteri tertentu. Yoghurt lebih mudah dicerna didalam perut
dibandingkan susu biasa dan dapat digunakan untuk pengobatan terhadap lambung
dan usus yang terluka, kadar kolestrol didalam darah dapat diturunkan dengan
mengkonsumsi yoghurt, sehingga dapat mencegah terjadinya penyumbatan pembuluh
darah (atherosklerosis). Yoghurt sangat sesuai dikonsumsi oleh penderita
defisiensi enzim laktase dalam tubuhnya (Lactose
intolerance), dimana tubuh tidak mampu mengubah laktose menjadi glukosa dan
galaktosa. Kelainan ini mengakibatkan timbulnya sakit perut dan diare setelah
mengkonsumsi susu. Yoghurt mempunyai kandungan protein lebih daripada susu
sapi, tetapi mempunyai lemak yang lebih rendah (Saleh, 2004).
Pembuatan yoghurt
dilakukan proses fermentasi dengan memanfaatkan bakteri asam laktat misalnya
dari golongan Lactobacillus bulgaricus
dan Streptococcuc thermophilus.
Streptococcus thermophilus berkembang biak lebih cepat dan menghasilkan baik
asam maupun CO2. Asam dan CO2 yang dihasilkan tersebut kemudian merangsang
pertumbuhan dari Lactobacillus bulgaricus. Aktivitas proteolitik dari
Lactobacillus bulgaricus memproduksi peptida penstimulasi dan asam amino untuk
dapat dipakai oleh Sreptococcus thermophilus. Mikroorganisme ini sepenuhnya
bertanggung jawab atas pembentukan tekstur dan rasa yoghurt (Goff, 2003).
Susu fermentasi dapat
dibuat melalui beberapa cara yaitu menambahkan enzim-enzim untuk proses
fermentsinya atau menambahkan mikrobia yang dapat melakukan proses fermentasi
susu. Cara yang pertama sangat mahal karena enzim-enzim yang harus ditambahkan
jumlahnya lebih dari satu dan harus diberikan dalam kondisi dengan tingkat
kemurnian yang tinggi. Oleh sebab itu penambahan mikrobia yang dipilih karena
mikrobia tersebut secara alami terdapat pada susu, kita hanya tinggal
menginokulasinya menjadi biakan murni untuk selanjutnya diperbanyak dan
ditambahkan pada susu yang dipermentasi (Jumadi, 2015).
Penggunaan starter yoghurt
haruslah starter yoghurt yang masih segar. Hal tersebut sangat mempengaruhi
proses fermentasi yoghurt itu sendiri. Bakteri dalam tarter youghurt yang masih
segar dalam keadaan fase pertumbuhan. Pada fase ini jumlah bakteri yang hidup
lebih banyak dari jumlah bakteri yang mati. Sehingga proses fermentasi dapt
berlangsung cepat dan menghasilkan yoghurt yang baik. Tingkat keberhasilan
pembuatan yoghurt ini bergantung pada starter yoghurt yang digunakan serta suhu
dan waktu fermentasi.
Temperatur memegang peranan
penting bagi pertumbuhan bakteri. Dalam pengembangbiakannya dengan cara
membelah diri, bakteri memerlukan temperatur dan keadaan lingkungan tertentu
sehingga daur hidupnya dapat terus berjalan. Menurut Eckles, pengaruh
temperatur terhadap mikroorganisma dapat digolongkan 3 bagian yaitu temperatur
rendah yaitu di bawah 10°C, biasanya pertumbuhan mikroorganisma menjadi lambat
pada temperatur ini. Temperatur sedang yaitu 10–43°C. Diantara susu ini akan
didapati suhu optimum bagi organism secara mayoritas. Temperatur tinggi yaitu
di atas 43°C. Kebanyakan mikroorganisme mati pada temperatur sekitar dan di
atas 60°C. (Ginting, 2005)
Selama proses
fermentasi, bakteri asam laktat akan memfermentasi karbohidrat yang ada hingga
terbentuk asam laktat. Pembentukan asam laktat ini menyebabkan peningkatan
keasaman dan penurunan nilai pH. BAL akan memanfaatkan gula dalam susu untuk
difermentasi menjadi asam laktat hingga terjadi penurunan nilai pH dan
peningkatan keasaman.(Hidayat, 2013)
Yogurt difermentasi
pada suhu 45o C selama 4-5 jam atau pada suhu 37o C
selama 12 jam. Sebelum diolah, susu segar harus dipasteurisasi terlebih dahulu
baik dengan cara LTLT maupun HTST. Tujuannya untuk memunuh bakteri-bakter
pategen penyebab kerusakan susu. Starter yoghurt ditambahkan selama 5% ke dalam
susu yang telah dioasteurisasi. Starter yoghurt ditambahkkan pada suhu 45oC.
Hasil pengamatan yogurt
yang telah difermentasi menenjukkan perubahan warna, rasadan viskositas. Stelah
difermentasi yogurt memiliki warna putih gading. Memiliki aroma khas yoghurt
dan viskositasnya (+++). Serta yoghurt memiliki rasa asam.
Driessen (dalam
Ginting, 2005) Rasa asam pada yoghurt merupakan indikasi perkembangbiakan dari
percampuran bakteri yang berjalan baik dan cepat. Rasa asam pada yoghurt juga
menunjukkan bahwa adanya asam laktat yang telah terbentuk sebagai hasil kerja
dari bakteri.
Daftar Pustaka
Buckle,
K.A. dkk. (1987). Ilmu Pangan.
Jakarta: Universitas Indonesia Press
F.G.
Winarno. (1989). Kimia Pangan dan Gizi.
Jakarta: Gramedia
Kent
S. (1966). Pengantar Teknologi Minyak dan
Lemak Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia Presss.
Mudjajanto,
Setyo E, & Yulianti L. N. (2004). Membuat
Aneka Roti. Jakarta: Penebar Swadaya.
SNI
No. 01-3840-1995.
Sufi
S. Y. (1999). Sukses Bikin Donat. Jakarta:
Kriya Pustaka
Sulistyo
J. (1999). Pengolahan Roti. PAU
Pangan Gizi. Yogyakarta
Sultan
W. J. (1987). Practical Bacing 2nd
edition. The Avi Pubblos Westport. Connecticut
Wheat
Assosiates. (1993). Pedoman Pembuatan
Roti dan Kue. Jakarta: Djamatan.
WidyaningsihT.
D. & Murtini. (2006). Alternatif
Pengganti Formalin pada Produk Pangan. Trubus Agrisarana.
Anjarsari Bonita. (2010). Pangan Hewani Fisiologi Pasca Mortem dan Teknologi.Yogayakarta:
Graha Ilmu.
Goff, D. (2003). Yoghurt, Diary Science, and Technology. Kanada:
University of guelph.
Hidayat, I.R. 2013. Total Bakteri
Asam Laktat, Nilai Ph Dan Sifat Organoleptik Drink Yoghurt Dari Susu Sapi Yang
Diperkaya Dengan Ekstrak Buah Mangga. Animal Agriculture Journal, Vol. 2. No.
1, 2013, p 160 – 167. http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj
Jumadi, Oslan dkk. (2015). Penuntun
Praktikum Mikrobiologi. Makasar: FMIPA UNM.
Saleh, E. (2004). Teknologi Pengolahan Susu Dan Hasil Ikutan
Ternak. Medan: Program Studi Produksi Ternak Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar