Senin, 02 Mei 2016

Fermentasi pada Pembuatan Roti & Yoghurt



 Pembuatan Roti & Yoghurt

A.    Roti
Roti adalah produk makanan yang terbuat dari fermentasi tepung terigu dengan ragi atau bahan pengembang lain, kemudian dipanggang. Roti beranekaragam jenisnya. Adapun penggolongannya berdasarkan rasa, warna, nama daerah atau negara asal, nama bahan penyusun, dan cara pengembangan (Mudjajanto dkk, 2004).
Menurut SNI 1995, definisi roti adalah produk yang diperoleh dari adonan tepung terigu yang diragikan dengan ragi roti dan dipanggang, dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan. Jenis roti yang beredar saat ini sangat beragam dan secara umum roti biasanya dibedakan menjadi roti tawar dan roti manis atau roti isi (501/IV.2.06/HK/08/1995).
Roti merupakan produk pangan sumber karbohidrat yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Meskipun makanan pokok masyarakat Indonesia adalha nasi, namun roti juga cukup digemari. Pada praktikum kali ini roti dibuat dengan menggunakan bahan-bahan seperti terigu dan bahan tambahan lainnya. Berikut ini merupakan bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan roti:
1. Terigu
Tepung merupakan bahan baku utama roti. Tepung yang biasa digunakan  untuk roti adalah tepung gandum, jagung, dan havermouth. Pada tepung terigu terkandung glutein didalamnya. Glutein inilah yang dapat membuat roti mengembang selama proses pembuatan. Jaringan sel-sel ini juga cukup kuat untuk menahan gas yang dibuat oleh ragi sehingga adonan tidak mengempis kembali (Sufi, 1999).
Widyaningsih dan Murtini (2006) menyatakan bahwa tepung terigu yang digunakan sebaiknya yang mengandung glutein 8 – 12%. Glutein adalah protein yang terdapat pada terigu. Glutein bersifat elastis sehingga akan mempengaruhi sifat elastisitas dan tekstur roti yang dihasilkan.
Pada pembuatan roti ini kami menggunakan terigu hard flour. Terigu hard flour adalah terigu dengan kansungan protein tinggi yaitu sekitar 14%. Kandungan utama protein pada tepung terigu adalah gluten. Gluten bermanfaat untuk mengembangkan udara yang masuk ke dalam adonan ketika proses mixing dan gas yang dihasilkan radi ketoka fermentasi.
2. Ragi
Yeast adalah mikroorganisme dari jenis Saccharomyces cerevisiae. Menurut Sulistyo (1999) fungsi yeast dalam pembuatan roti tawar adalah :
a.       Menghasilkan gas dalam adonan dengan mengubah gula menjadi gas karbondioksida
b.      Mematangkan dan melunakkan gluten dalam adonan sehingga gluten dapat menahan pengembangan gas dengan rata
c.       Berperan dalam menciptakan cita rasa dalam roti tawar
Ragi yang akan digunakan dalam pembuatan roti harus ragi yang berkualitas baik dan belum terlalu lama umurnya. Karena kualitas ragi sangat mempengaruhi hasil dari fermentasi roti sendiri. Ragi yang tidak berkualitas baik akan menyebabkan roti tidak mengembang dengan baik pada proses fermentasi. Sehingga roti yang dihasilkan menjadi bantet.
3. Telur
Fungsi telur dalam formula roti digunakan sebagai pengembang adonan, meningkatkan keempukan roti dan membentuk warna roti dan juga untuk memperkaya kandungan gizi dalam roti. Albumin dalam telur dihasilkan oleh kuning telur. Karena albumin dalam adonan roti berfungsi untuk mencegah kristalisasi gula dan penguapan air yang berlebih selama pengadukan. Sehingga akan memberikan tekstur halus pada adonan (Kent, 1966).
4. Mentega/Shortening
Menurut Winarno (1989), mentega/shortening adalah lemak padat yang mempunyai sifat plastis dan kestabilan tertentu. Mentega/shrtening diperoleh dari pencampuran dua atau lebih lemak, atau dengan cara hidrogenasi. Lemak adalah bahan-bahan yang tidak larut dalam air yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan hewan (Buckle, 1987).
Mentega/shortening berfungsi sebagai pelumas untuk memperbaiki remah roti, memperbaiki sifat pemotongan roti, memberikan kulit roti lebih lunak, dan dapat mencegah air masuk ke dalam bahan sehingga shelf life lebih lama. Selain itu lemak juga bergizi, memberikan rasa lezat, mengempukkan, dan membantu pengembangan susunan fisik roti (Mudjajanto dkk, 2004).
5. Gula
Jenis gula yang biasa digunakan adalah gula tebu atau sukrosa yang digunakan sebagai pemanis. Ragi memerlukan gula dalam proses fermentasi. Gula yang tersisa selama proses fermentasi disebut sisa gula. Sisa gula dan garam akan mempengaruhi pembentukan warna coklat pada kulit roti dan pembentukan rasa. Pada umumnya gula dipakai untuk memberikan rasa manis pada produk, namun mempengaruhi tekstur dan kenampakan (Sulistyo, 1999).
Penambahan gula berfungsi sebagai penambah rasa pada roti. Namun penambahan gula tidak boleh terlalu banyak. Karena hal tersebut akan mempengaruhi karakteristik roti terutama browning. Penambahan gula harus seuai yaitu sekitar 5%.
6. Garam
Garam berperan dalam menstabilkan kekokohan gluten sehingga adonan tidak mudah turun (Sutomo, 2008). Penambahan garam dalam adonan roti yaitu 1%, tidak boleh terlalu banyak karena jika terlalu banyak ditambahkan garam akan menyebabkan fermentasi terhambat. Selain itu garam juga berfungs sebagai penyeimbang rasa manis dari gula.
7. Susu
Penggunaan susu juga berfungsi untuk memperkuat gluten, memperbaiki serat roti, menambah daya serap air dan juga memberikan rasa dan aroma pada roti. (Sultan, 1987).
8. Air
Menurut U.S. Wheat Associates (1983), dalam pembuatan roti, air mempunyai banyak fungsi. Air memungkinkan terbentukna gluten, berperan mengontrol kepadatan adonan, melarutkan garam, menaham dan menyebarkan bahan-bahan bukan tepung secara seragam, membasahi dan mengembangkan pati serta menjadikannya dapat dicerna. Air juga memungkinkan terjadinya kegiatan enzim.
Air adalah bahan yang terpenting dalam proses pembuatan roti, air juga merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air mempengaruhi penampilan tekstur, cita rasa makanan (Winarno, 1989). Fungsi air dalam pembuatan roti adalah mengikat protein membentuk gluten dan mengikat pati akan membentuk gelatin dengan adanya panas. Air juga berfungsi sebagai pelarut dari bahan-bahan lainnya seperti garam, gula, susu serta berfungsi sebagai pengontrol waktu fermentasi.
Penambahan air sesuai dengan prosedur yatu 65%, namun dalam penambahan air sebaiknya dilakukan sedikit demi sedikit. Hal tersebut bertujuan agar adonan tidak terlalu encer. Dengan penambahan air secara teratur tersebut akan menghasilkan adonan yang kalis.
Adapun prosedur dalam pembuatan roti akan digambarkan melalui diagram prosedur kerja berikut ini:









Text Box: - Terigu  - Gula, garam  - Ragi
- Telur  - Susu   - Mentega









Text Box: Baking
(Pembakaran)
 



















Pada saat fermentasi berlangsung, selain suhu pembuatan roti sangat dipengaruhi oleh kelembaban udara. Suhu ruangan 35oC dan kelembaban udara 75% merupakan kondisi yang ideal dalam proses fermentasi adonan roti. Semakin panas suhu ruangan, semakin cepat proses fermentasi dalam adonan roti. Sebaliknya, semakin dingin suhu ruangan semakin lama proses fermentasinya (Mudjajanto dkk, 2004).
Enzim ß-amilase secara normal terdapat 13 dalam terigu membantu pemecahan pati menjadi maltosa, senyawa yang akan digunakan oleh ragi untuk membentuk gas karbon dioksida dan etanol (Winarno, 1989). Fermentasi merupakan proses yang penting dalam pembuatan roti, karena mengembang tidaknya roti dipengaruhi oleh proses fermentasi roti itu sendiri.
Hasil pengamatan roti pada praktikum ini didasarkan ada karakteristik sensori. Adapun hasil pengamatan tersebut yaitu:
1.      Warna
Roti yang kami amati memiliki krem dan pada bagian atas serta bawah berwarna coklat. Warna coklat tersebut merupakan browning yang dipengaruhi oleh gula yang ditambahnkan pada roti.
2.      Tekstur
Tekstur roti bagian luar cukup keras, namun pada bagian dalam teksturnya empuk cenderung bantet. Hal tersebut disebabkan oleh proses fermentasi yang tidak sempurna sehingga menghasilkan roti yang dantet.
3.      Aroma
Roti yang kami amati memiliki aroma khas roti seperti roti-roti pada umunya.
4.      Rasa
Rasa roti bisa dibilang enak, dengan rasa manis dan gurih yang seimbang. Walaupun roti ini memiliki tekstur yang bantet, namun dari segi rasa memiliki yang yang cukup enak.
5.      Kenampakan
Kenampakan roti sedikit kasar pada bagian luar, ini diseabbkan oleh remah roti yang tidak terbentuk dengan sempurna.
6.      Tinggi Roti
Tinggi roti sebelum inkubasi dan setelah inkubasi maupun setelah pemanggangan tidak mengalami perubahan yang signifikan. Sampel roti kelompok  6 misalnya, sebelum inkubasi tingginya 2 cm, setelah inkubasi naik menjadi 2,5 cm dan setelah dipangga naik menjadi 3cm. Rata-rata kenaikan tinggi roti tersebut hanya 0,5 cm. Hal tersebut lagi-lagi disebabkan oleh proses fermentasi yang tindak sempurna. Proses fermentasi yang tidak sempurna ini disebabkan oleh ragi yang digunakan, ragi yang digunakan umurnya sudah lama sehingga saat digunakan hasilnya tidak optimal.

B.     Yoghurt
Susu didefinisikan sebagi sekresi normal kelenjar mamari atau ambing mamalia, atau cairan yang diperoleh dari pemerahan ambing sapi sehat tanpa dikurangi atau ditambah sesuatu. Dari aspek kimia susu yaitu emulsi lemak di dalam latutan air dari guladan garam-garam mineraldengan protein dalam keadaan koloid (Bonita Anjarsani, 2010).
Salah satu pangan olahan susu adalah yogurt. Yoghurt adalah bahan makanan yang berasal dari susu sapi, yang merupakan hasil pemeraman susu dalam bentuk mirip bubur atau es krim yang mempunyai rasa agak asam sebagai hasil fermentasi oleh bakteri-bakteri tertentu. Yoghurt lebih mudah dicerna didalam perut dibandingkan susu biasa dan dapat digunakan untuk pengobatan terhadap lambung dan usus yang terluka, kadar kolestrol didalam darah dapat diturunkan dengan mengkonsumsi yoghurt, sehingga dapat mencegah terjadinya penyumbatan pembuluh darah (atherosklerosis). Yoghurt sangat sesuai dikonsumsi oleh penderita defisiensi enzim laktase dalam tubuhnya (Lactose intolerance), dimana tubuh tidak mampu mengubah laktose menjadi glukosa dan galaktosa. Kelainan ini mengakibatkan timbulnya sakit perut dan diare setelah mengkonsumsi susu. Yoghurt mempunyai kandungan protein lebih daripada susu sapi, tetapi mempunyai lemak yang lebih rendah (Saleh, 2004).
Pembuatan yoghurt dilakukan proses fermentasi dengan memanfaatkan bakteri asam laktat misalnya dari golongan Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcuc thermophilus. Streptococcus thermophilus berkembang biak lebih cepat dan menghasilkan baik asam maupun CO2. Asam dan CO2 yang dihasilkan tersebut kemudian merangsang pertumbuhan dari Lactobacillus bulgaricus. Aktivitas proteolitik dari Lactobacillus bulgaricus memproduksi peptida penstimulasi dan asam amino untuk dapat dipakai oleh Sreptococcus thermophilus. Mikroorganisme ini sepenuhnya bertanggung jawab atas pembentukan tekstur dan rasa yoghurt (Goff, 2003).
Susu fermentasi dapat dibuat melalui beberapa cara yaitu menambahkan enzim-enzim untuk proses fermentsinya atau menambahkan mikrobia yang dapat melakukan proses fermentasi susu. Cara yang pertama sangat mahal karena enzim-enzim yang harus ditambahkan jumlahnya lebih dari satu dan harus diberikan dalam kondisi dengan tingkat kemurnian yang tinggi. Oleh sebab itu penambahan mikrobia yang dipilih karena mikrobia tersebut secara alami terdapat pada susu, kita hanya tinggal menginokulasinya menjadi biakan murni untuk selanjutnya diperbanyak dan ditambahkan pada susu yang dipermentasi (Jumadi, 2015).
Penggunaan starter yoghurt haruslah starter yoghurt yang masih segar. Hal tersebut sangat mempengaruhi proses fermentasi yoghurt itu sendiri. Bakteri dalam tarter youghurt yang masih segar dalam keadaan fase pertumbuhan. Pada fase ini jumlah bakteri yang hidup lebih banyak dari jumlah bakteri yang mati. Sehingga proses fermentasi dapt berlangsung cepat dan menghasilkan yoghurt yang baik. Tingkat keberhasilan pembuatan yoghurt ini bergantung pada starter yoghurt yang digunakan serta suhu dan waktu fermentasi.
Temperatur memegang peranan penting bagi pertumbuhan bakteri. Dalam pengembangbiakannya dengan cara membelah diri, bakteri memerlukan temperatur dan keadaan lingkungan tertentu sehingga daur hidupnya dapat terus berjalan. Menurut Eckles, pengaruh temperatur terhadap mikroorganisma dapat digolongkan 3 bagian yaitu temperatur rendah yaitu di bawah 10°C, biasanya pertumbuhan mikroorganisma menjadi lambat pada temperatur ini. Temperatur sedang yaitu 10–43°C. Diantara susu ini akan didapati suhu optimum bagi organism secara mayoritas. Temperatur tinggi yaitu di atas 43°C. Kebanyakan mikroorganisme mati pada temperatur sekitar dan di atas 60°C. (Ginting, 2005)
Selama proses fermentasi, bakteri asam laktat akan memfermentasi karbohidrat yang ada hingga terbentuk asam laktat. Pembentukan asam laktat ini menyebabkan peningkatan keasaman dan penurunan nilai pH. BAL akan memanfaatkan gula dalam susu untuk difermentasi menjadi asam laktat hingga terjadi penurunan nilai pH dan peningkatan keasaman.(Hidayat, 2013)
Yogurt difermentasi pada suhu 45o C selama 4-5 jam atau pada suhu 37o C selama 12 jam. Sebelum diolah, susu segar harus dipasteurisasi terlebih dahulu baik dengan cara LTLT maupun HTST. Tujuannya untuk memunuh bakteri-bakter pategen penyebab kerusakan susu. Starter yoghurt ditambahkan selama 5% ke dalam susu yang telah dioasteurisasi. Starter yoghurt ditambahkkan pada suhu 45oC.
Hasil pengamatan yogurt yang telah difermentasi menenjukkan perubahan warna, rasadan viskositas. Stelah difermentasi yogurt memiliki warna putih gading. Memiliki aroma khas yoghurt dan viskositasnya (+++). Serta yoghurt memiliki rasa asam.
Driessen (dalam Ginting, 2005) Rasa asam pada yoghurt merupakan indikasi perkembangbiakan dari percampuran bakteri yang berjalan baik dan cepat. Rasa asam pada yoghurt juga menunjukkan bahwa adanya asam laktat yang telah terbentuk sebagai hasil kerja dari bakteri.

Daftar Pustaka

Buckle, K.A. dkk. (1987). Ilmu Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia Press
F.G. Winarno. (1989). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia
Kent S. (1966). Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia Presss.
Mudjajanto, Setyo E, & Yulianti L. N. (2004). Membuat Aneka Roti. Jakarta: Penebar Swadaya.
SNI No. 01-3840-1995.
Sufi S. Y. (1999). Sukses Bikin Donat. Jakarta: Kriya Pustaka
Sulistyo J. (1999). Pengolahan Roti. PAU Pangan Gizi. Yogyakarta
Sultan W. J. (1987). Practical Bacing 2nd edition. The Avi Pubblos Westport. Connecticut
Wheat Assosiates. (1993). Pedoman Pembuatan Roti dan Kue. Jakarta: Djamatan.
WidyaningsihT. D. & Murtini. (2006). Alternatif Pengganti Formalin pada Produk Pangan. Trubus Agrisarana.
Anjarsari Bonita. (2010). Pangan Hewani Fisiologi Pasca Mortem dan Teknologi.Yogayakarta: Graha Ilmu.
Goff, D. (2003). Yoghurt, Diary Science, and Technology. Kanada: University of guelph.
Hidayat, I.R. 2013. Total Bakteri Asam Laktat, Nilai Ph Dan Sifat Organoleptik Drink Yoghurt Dari Susu Sapi Yang Diperkaya Dengan Ekstrak Buah Mangga. Animal Agriculture Journal, Vol. 2. No. 1, 2013, p 160 – 167. http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj
Jumadi, Oslan dkk.  (2015). Penuntun Praktikum Mikrobiologi. Makasar: FMIPA UNM.
Saleh, E. (2004). Teknologi Pengolahan Susu Dan Hasil Ikutan Ternak. Medan: Program Studi Produksi Ternak Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar